VIVAnews - Keluarga mantan Presiden Soeharto (alm) gagal mendapatkan ganti rugi dari majalah Time Asia senilai Rp 1 triliun. Mohammad Assegaf selaku pengacara Soeharto menyatakan menghormati putusan Mahkamah Agung dalam kasus gugatan pemberitaan itu.
"Meski menyesal, kami harus menerima kenyataan karena PK (peninjauan kembali) adalah upaya hukum terakhir," kata dia dalam perbincangan dengan VIVAnews, Kamis 16 April 2009.
Hari ini, Mahkamah Agung melalui putusan peninjauan kembali menyatakan majalah Time tidak melakukan perbuatan melawan hukum. Selain itu, Time juga dinilai tidak perlu membayar gugatan sebesar Rp 1 triliun.
"Dengan putusan ini, Mahkamah tidak melihat adanya penistaan dan pencemaran nama baik klien saya," kata dia.
Perkara ini bermula saat majalah Time memuat artikel tentang kekayaan Soeharto berjudul 'Soeharto Inc How Indonesia's Longtime Boss Built a Familly Fortune' pada 14 Mei 1999.
Dalam artikel itu, Time Asia menulis adanya transfer dana sebesar US$ 9 miliar dari Swiss ke Austria yang diduga milik Soeharto dan mengungkap harta kekayaan anak-anak Soeharto di luar negeri.
Atas pemberitaan itu, pihak Cendana tidak senang. Mereka kemudian mengajukan gugatan perdata. Soeharto menggugat tujuh pihak dari Time. Mereka adalah Time Inc Asia, Donald Marrison selaku editor Time, John Colmey, Davit Liebhold, Lisa Rose Weaver, Zamira Lubis, dan Jason Tejasukmana.
Di pengadilan tingkat pertama dan banding, Soeharto kalah dalam gugatannya. Namun, saat putusan kasasi di Mahkamah Agung, Soeharto memenangkan gugatan. Saat itu, Mahkamah memerintahkan, Time membayar Rp 1 triliun.
Tak puas dengan putusan itu, Time mengajukan peninjauan kembali. Dalam putusan PK, Mahkamah mengabulkan permohonan Time.