Kontras: Konflik Antaretnis Karena Masalah Ekonomi
- ANTARA/Deddy Irawan
VIVAnews - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) melihat sejumlah konflik antaretnis di wilayah Indonesia belakangan ini, terjadi karena persoalan sama dan penyebab yang selalu terulang.
"Kami melihat justru ada sistem yang muncul. Yaitu penghasutan karena masalah ekonomi, selain juga ada krisis identitas di dalamnya," kata Koordinator Kontras, Haris Azhar dalam jumpa pers di kantor Kontras, Jakarta, Senin, 26 November 2012.
Menurutnya, konflik yang kerap terjadi justru timbul di pelosok-pelosok daerah, seperti perkampungan atau dusun. Warga mudah terporovokasi hanya dengan pesan singkat yang berisi ajakan untuk membalas dendam.
Haris menambahkan, kejadian itu juga akibat gagalnya komunikasi antara kelompok yang bersamalah. Selain itu, ada akibat lain, yaitu ketidakpuasan dari kurangnya penegakkan hukum.
"Ada dendam lama yang dipelihara. Hasutan datang dari pesan pendek bernada provokatif. Padahal model konflik punya karateristik yang sama," katanya.
Jika ditemukan pola dan karateristik sama dalam setiap konflik antaretnis, Haris pun mempertanyakan ke mana penegakkan hukum sebagai bagian dari salah satu penanganan konflik. "Ke mana? Kenapa sampai bisa berulang-ulang," kata dia.
Selain itu, konflik yang terjadi sekarang ini sudah tidak menggunakan senjata tradisional. Para pelaku konflik saat ini sudah lebih modern, seperti menggunakan pistol rakitan dan bom. Meski tetap ada yang menggunakan senjata tajam dan panah untuk melukai.
"Akibatnya jatuh korban tewas dan luka-luka. Kerugian harta benda yang jumlahnya hingga miliaran," katanya.
Selain konflik di Kalianda, Lampung, teranyar terjadi konflik di Barong Tongkok dan kecamatan Melak, Kutai Barat, Kalimantan Timur, sejak Jumat 23 November 2012.
Diduga, pemicunya adalah pengeroyokan salah seorang warga saat sedang mengisi premium di APMS (Agen Premium dan Minyak Solar) Simpang Raya.
Kejadian memanas setelah toko sembako dibakar, ratusan warga mengungsi, dan 800 polisi bersiaga serta pasar tradisional ludes dilalap api, Minggu dini hari, 25 November 2012.
Untuk meredakan ketegangan, sejumlah tokoh adat di Kaltim melakukan pertemuan di Samarinda. Mereka menegaskan bahwa konflik yang terjadi di Kutai Barat, bukan antar etnis. Melainkan murni tindak kriminal yang patut mendapat tindakan tegas aparat keamanan.
Para tokoh adat sepakat untuk turun tangan bersama menjaga wilayah Kaltim dan Kutai Barat tetap kondusif.