SBY: Saya Prihatin, dan Protes Keras ke Saudi
- Biro Pers Istana Presiden/Abror Rizki
VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya berbicara mengenai eksekusi mati terhadap Tenaga Kerja Indonesia asal Bekasi Ruyati binti Satubi. Didampingi sejumlah menteri, Presiden SBY memberikan konferensi pers di Istana pagi ini.
"Saya pun turut berduka. Saya prihatin dan menyampaikan protes ke Saudi Arabia," kata SBY di Kantor Presiden, Kamis, 23 Juni 2011.
SBY menyertakan tiga pembantunya yakni Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar, untuk masing-masing memberikan penjelasan. Menurut Yudhoyono, tiga menteri tersebut memiliki kaitan dengan perlindungan dan pembelaan warga negara Indonesia (WNI)
Pemerintah Indonesia protes keras, kata SBY, karena eksekusi mati yang dilakukan atas Ruyati itu jelas melanggar norma internasional. Apalagi, pemerintah Indonesia tidak diberitahukan mengenai pelaksanaan eksekusi.
Dalam siaran pers itu, Presiden SBY juga menanggapi kecaman yang dialamatkan kepada pemerintah, yang dituding gagal melindungi warga negaranya di luar negeri. Menurut SBY, seharusnya kecaman tidak perlu dilakukan jika tidak mengetahui permasalahannya.
"Karena itu saya memandang perlu memberi penjelasan lebih utuh. Lebih obyektif, untuk mengetahui duduk persoalan. Saya perlu beri penjelasan yang gamblang bagi rakyat Indonesia untuk diketahui duduk persoalannya. Apa, mengapa, dan bagaimana," lanjut SBY.
Penjelasan Menteri
Setelah itu, SBY pun memberikan kesempatan kepada menteri terkait untuk memberikan penjelasan. Berturut-turut memberi penjelasan kemudian adalah Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar.
Dalam paparannya, Marty menegaskan bahwa pemerintah sudah bekerja keras menyelamatkan Ruyati. Dia juga menegaskan bahwa bukan cuma Indonesia yang tidak diberitahu jika warganya dieksekusi di Arab Saudi.
Menlu mengungkapkan bahwa Filipina pun, yang selama ini dicitrakan sukses melindungi pekerjanya di Saudi, pernah kecolongan atas hukuman mati seorang warga. Pada tahun 1999, lanjutnya, pemerintah Filipina malah baru tahu dua minggu setelah pekerjanya dieksekusi mati di Saudi.
Sementara itu Menteri Patrialis Akbar menegaskan bahwa pemerintah sudah sukses menyelamatkan sejumlah tenaga kerja dari hukuman mati.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Negara Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar menegaskan bahwa pemerintah sudah mengkaji soal TKI. Dan memutuskan untuk melakukan moratorium pengiriman TKI ke Saudi Arabia, sampai sejumlah hal disepakati.
Sejumlah persyaratan itu antara lain soal kesempatan untuk berkomunikasi dengan keluarga dan gaji yang minimal 11 ribu real.
Selasa, 21 Juni 2011, Dewan Perwakilan Rakyat menggelar sidang paripurna membahas masalah TKI ini. Sidang itu menyusul eksekusi mati atas Ruyati. Semua fraksi DPR sepakat mendesak pemerintah agar melakukan moratorium pengiriman TKI ke luar negeri.
Moratorium itu, kata rekomendasi paripurna, dilakukan sampai pemerintah sudah membenahi semua sistem rekrutmen TKI yang selama ini dianggap salah satu sebab kekacauan yang dialami TKI di luar negeri.