"Saya Deg-degan Disembur Cerutu Pak Harto"
- AP Photo
VIVAnews - Kenangan ini tak pernah hilang di benak Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat, Letnan Jenderal (Purn) Soerjadi: hari pertama ia bertugas menjadi ajudan Presiden RI kedua, Soeharto.
Suatu hari di tahun 1981, pangkatnya masih Letnan Kolonel. Ia satu mobil bersama Soeharto. Soerjadi duduk di depan, di samping sopir, Soeharto di belakang. Mobil saat itu melaju di dekat rel kereta api Jalan Cut Meutia.
Lalu terjadilah sebuah dialog. Soerjadi yang membuka percakapan itu. "Mohon maaf Pak, kalau laporan saya berlainan dengan sebelumnya, ada yang kurang berkenan."
Rupanya sebelum hari H-nya itu, Soerjadi bertemu dengan mantan-mantan ajudan Pak Harto. Pesan mereka satu: laporkan yang baik-baik saja. "Waktu itu saya masih Letkol, belum tahu apa-apa, baru dipanggil dari Singapura."
Tak disangka, bukan jawaban yang ia dapatkan dari penguasa Orde Baru itu. Tapi, "semburan asap cerutu. Saya deg-degan tidak berani menoleh ke belakang," cerita Soerjadi kepada VIVAnews, Selasa 7 Juni 2011 malam.
Namun, saat perjalanan pulang ke Cendana, juga di dalam mobil, Soeharto memberi jawaban, "di sini memang tempatnya belajar." Soerjadi pun mengaku bisa menarik nafas lega. "Perasaan saya langsung plong," cerita dia.
Ada lagi yang tak bisa dilupakan Soerjadi tentang Soeharto. "Hampir lima tahun saya jadi ajudan, tahun 1981 sampai 1985 saya tak pernah tahu kapan Pak Harto tidur. Setiap saya lapor -- pagi, siang, tengah malam sekalipun -- beliau selalu ada," kata dia.
Tangan Soeharto juga tak pernah lepas dari buku. "Di tangannya selalu ada buku, entah koran, laporan, atau buku. Bahkan ketika saya datang beliau sedang ganti baju, selalu ada buku, di meja, di lantai, ada saja buku yang terbuka."
Sosok Soeharto dalam kenangan Soerjadi adalah pemimpin yang percaya pada bawahannya. Salah satu contohnya, akhir Maret 1981, saat itu pesawat Garuda Indonesia Penerbangan 206 dibajak di Bandara Don Mueang, Bangkok. Insiden itu dikenal dengan Peristiwa Woyla.
"Jam 03.00 dini hari ada telepon dari Bangkok minta petunjuk. Saat saya hendak lapor, di pintu kamar sudah ada Pak Harto. Jam segitu, artinya memang selama itu pikirannya hanya tugas," kata dia.
Namun, bukan petunjuk yang langsung diberikan sang Presiden. Jawab dia," Benny wis ngerti (Benny sudah tahu apa yang harus dilakukan)." Benny yang dimaksud Soeharto adalah LB Moerdani. "Itu bentuk kepercayaan beliau pada bawahan."
Meski tak lagi jadi ajudan, sampai hari-hari terakhir Soeharto, Soerjadi masih sering sowan. "Saya lapor mengenai berdirinya persatuan purnawirawan. Tanggapan beliau masih jernih," tutup dia.
Soerjadi menuturkan, ia diwawancara soal kisahnya ini untuk pembuatan buku "Pak Harto, The Untold Stories" yang akan diluncurkan hari ini, Rabu, 8 Juni 2011 ini, tepat peringatan ulang tahun ke-90 Soeharto, mantan Presiden RI kedua.
Ada 113 narasumber yang urun kisah dalam buku ini, termasuk mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Muhammad, mantan Presiden Filipina, Fidel Ramos. Bahkan, mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, dan Raja Brunei Darussalam, Sultan Bolkiah menuliskan kisahnya sendiri. (umi)