- airliners
VIVAnews - Dari hasil rekaman suara kokpit (Voice Cockpit Recorder/ VCR) serta kotak hitam (Flight Data Recorder/ FDR) yang dianalisa di China, ternyata Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan tidak ditemukan kepanikan di kokpit pesawat Merpati menjelang kecelakaan di perairan Kaimana Papua, dua pekan lalu.
Keterangan yang diumumkan oleh KNKT menyatakan bahwa pilot maupun co-pilot tidak panik ketika pesawat Xian MA60 jatuh ke laut. "Dari VCR dan FDR, tidak dijumpai kegaduhan di dalam kokpit pesawat," ujar Masruri Kepala Sub Komite Penelitian Kecelakaan Transportasi Udara KNKT.Â
Masruri menambahkan, pada saat kecelakaan, pilot dan co-pilot juga tidak terlihat berusaha mendaratkan pesawat di atas air. Namun, Masruri tidak bersedia menjelaskan lebih jauh mengenai rekaman suara di kokpit pesawat itu.Â
"Kami akan melakukan analisa komprehensif, meliputi analisa human factor, engineer, ATC, dan lain-lain, sekitar pekan depan. Hasilnya baru akan kita ungkap pada final report," kata Masruri, Kamis 19 Mei 2011.
Dari informasi tersebut, Capt. Rendy Sasmita Adji Wibowo, pakar penerbangan yang menjabat sebagai Senior Flight Operation Inspector pada International Civil Aviation Organization Indonesia (ICAO/Organisasi Penerbangan Sipil Internasional dari PBB), memperkirakan bahwa pada saat kecelakaan, pilot dan co-pilot sama sekali tidak menyadari kondisi yang dialami pesawat menjelang kecelakaan.
"Bila mengetahui bahwa pesawat tengah menukik ke air, mereka di kokpit pasti sibuk untuk melakukan sesuatu," ujar Rendy. Dari informasi yang ia himpun, sesaat sebelum jatuh ke laut, saksi mata di lapangan melihat pesawat tengah bermanuver. Saksi mengatakan bahwa sayap kanan pesawat berada di bagian atas dan sayap kiri di bagian bawah.
Padahal, kata Rendy, ketika hendak mendarat, pesawat sudah tidak boleh melakukan manuver pada ketinggian 30 meter. Akibat manuver pesawat membelok ke kiri, sayap kirinya membentur permukaan laut dan melentingkan moncong pesawat menukik menghunjam dasar laut.
Lebih lanjut, Rendy memperkirakan kecelakaan ini disebabkan oleh adanya spatial disorientation atau kegagalan pilot dan co-pilot mengenali horizon. Cuaca yang hujan lebat, menyebabkan warna langit menjadi gelap dan menyerupai warna laut. "Warna gelap di langit memantul pada permukaan laut."
Bekas pilot Garuda Indonesia yang telah mengenyam lebih dari 17 ribu jam terbang itu memperkirakan, baik pilot maupun co-pilot pesawat tengah sibuk mencari landasan tanpa mengecek indikator di kokpit. Sebab, menara di lapangan udara Kaimana tidak mendukung pendaratan otomatis, sehingga pendaratan harus dilakukan secara visual.
Bila analisa Rendy benar, maka kejadian ini bukan yang pertama yang dialami oleh Merpati. Pada 1 Juli 1993, pesawat Fokker F-28 MK3000 PK-GFU milik Merpati juga jatuh di bandara Jefman Sorong. Kesimpulan dari investigasi, pesawat itu mengalami kecelakaan karena spatial disorientation, sehingga menewaskan sekitar 40 orang.