Jaksa KPK Bongkar Kebohongan Hasto soal Pengajuan Saksi Meringankan
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Jakarta, VIVA – Jaksa penuntut umum (JPU) mengaku sudah pernah menawarkan Terdakwa Hasto Kristiyanto untuk mengajukan a de charge atau saksi meringankan ketika kasusnya masih berada di tingkat penyidikan. Waktu itu, Hasto belum terpikir mengajukan siapa saksi yang menguntungkan baginya.
Bahkan, pernyataan Hasto itupun tertuang dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidik KPK. Kemudian, BAP itu dibacakan oleh jaksa dalam sidang agenda pembacaan surat tanggapan atas eksepsi Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 27 Maret 2025.
Jaksa menegaskan bahwa penawaran mengajukan saksi meringankan untuk Hasto sudah tertuang dalam BAP tanggal 27 Februari 2025 nomor 72.
"Penyidik telah memenuhi kewajibannya dengan menanyakan kepada Tersangka apakah ada saksi yang meringankan / a de charge. Dan, pada saat itu dijawab oleh Terdakwa (saat itu tersangka) bahwa 'pada pemeriksaan ini saya belum mengajukan saksi yang meringankan/ a de charge'," ujar jaksa seraya mengutip perkataan Hasto di tahap penyidikan.
Jaksa menambahkan bahwa penyidik KPK tidak membatasi hak tersangka dalam mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus pada tahap penyidikan.
"Adapun surat yang diajukan oleh Penasihat Hukum Tersangka pada tanggal 4 Maret 2025 terkait permohonan pemeriksaan ahli meringankan, Penasihat Hukum Tersangka ajukan setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh Penuntut Umum sehingga apabila Terdakwa (saat itu Tersangka) atau Penasihat Hukumnya akan mengajukan saksi atau ahli yang meringankan Terdakwa dapat diajukan dalam tahap pemeriksaan persidangan," beber jaksa.
Karena itu, jaksa berharap majelis hakim menolak seluruh eksepsi Hasto Kristiyanto dan tim penasihat hukumnya.
Sebelumnya, Sekjen PDIP yang kini menjadi terdakwa, Hasto Kristiyanto, menyatakan bahwa KPK telah bersikap tidak adil dan melanggar prinsip keadilan dalam penyusunan Berita Acara Pemeriksaan atau BAP. Hal tersebut diungkapkan Hasto melalui eksepsi pribadi yang dibacakan, Jumat 21 Maret 2025.
Hasto menegaskan, KPK telah melanggar prinsip keadilan dalam penyusunan BAP lantaran mengesampingkan hak terdakwa usai tidak memeriksa saksi meringankan ketika proses P-21.
"Proses P-21 yang dilakukan KPK sangat dipaksakan dan melanggar hak saya sebagai terdakwa untuk didengarkan saksi-saksi yang meringankan. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan dan due process of law," ujar Hasto
Padahal, proses P21 atau pelimpahan dilakukan dalam keadaan dirinya sedang sakit dan tidak memeriksa saksi meringankan. Hal tersebut yang dianggap sebagai tak mempedulikan hak terdakwa.
"Sejak 2 Maret 2025, saya menderita radang tenggorokan dan kram perut. Pada 6 Maret 2025, saya membuat surat pernyataan tidak bisa memenuhi panggilan KPK karena sakit. Namun, hal tersebut tetap dipaksakan oleh KPK," kata Hasto.
“Surat permohonan untuk memeriksa saksi-saksi meringankan telah disampaikan oleh penasihat hukum saya ke pimpinan KPK pada 4 Maret 2024. Namun, penyidik KPK Rossa Purbo Bekti menjawab bahwa mereka belum menerima disposisi dari pimpinan KPK," lanjutnya.
Hasto mengklaim bahwa hak terdakwa untuk mendengarkan saksi meringankan termasuk dalam proses peradilan yang adil. Perihal tersebut merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Selanjutnya, Hasto mengutip Pasal 184 KUHAP yang menyatakan bahwa saksi meringankan wajib dihadirkan dalam proses pemeriksaan.
"KPK telah melanggar KUHAP dengan mengabaikan saksi-saksi meringankan. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan," kata Hasto.