Soal 2 Insinyur Diduga Curi Data Jet Tempur KF-21, Begini Respons Dubes RI untuk Korsel
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
Jakarta, VIVA – Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia (RI) untuk Korea Selatan (Korsel) Cecep Herawan angkat bicara soal penangkapan dua insinyur warga negara Indonesia (WNI) oleh Kepolisian Korea Selatan (Korsel), atas tuduhan pencurian data informasi teknologi pesawat tempur KF-21 di Korea Aerospace Industries (KAI).
Cecep mengatakan, kasus tersebut menjadi perhatian dan prioritas kerjanya usai dilantik Presiden RI Prabowo Subianto pada Senin, 24 Maret 2025 sore.
"Terkait kasus menimpa para insinyur PT DI (Dirgantara Indonesia) itu sudah jadi perhatian kita dan ini menjadi salah satu prioritas kerja kita sesuai pimpinan di Jakarta," kata Cecep kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, 24 Maret 2025.
Produksi pesawat tempur KF 21 Boramae di Korea Aerospace Industries (KAI
- Korea Aerospace Industries (KAI)
Lebih lanjut, Cecep menjelaskan, Presiden RI Prabowo Subianto telah memberikan arahan kepada para dubes yang dilantik terkait prioritas kerjanya masing-masing.
"Apa yang diberikan kepada kami insya Allah kita sudah bisa mapping apa yang sudah menjadi kekuatan masing-masing negara, dimana kita bertugas yang dapat berkontribusi pada pembangunan RI ke depan," ujarnya.
Sebelumnya, Badan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korsel menuduh dua insinyur Indonesia mencoba mencuri data informasi teknologi jet tempur KF-21.
Dua teknisi yang dikirim dari Indonesia untuk mengerjakan proyek pengembangan jet tempur di Korea Aerospace Industry (KAI) itu sedang menjalani penyelidikan dan dilarang meninggalkan Korea.
Pihak berwenang Korsel menangkap dua insinyur Indonesia itu pada Januari 2024, setelah mereka kedapatan berusaha mengambil data terkait proyek yang disimpan di drive USB.
Salah satu pejabat DAPA mengatakan penyelidikan berfokus pada identifikasi dokumen spesifik yang coba dicuri para insinyur dari Indonesia tersebut.
Dia juga mengatakan USB itu berisi dokumen umum, bukan data-data yang terkait teknologi strategis yang berpotensi melanggar undang-undang rahasia militer atau perlindungan industri pertahanan.
Diluncurkan pada 2015, KF-21 merupakan proyek bersama Indonesia-Korsel yang bernilai 8,1 triliun Won (sekitar Rp95,07 triliun).
Sesuai kesepakatan awal, Indonesia dibebankan 20 persen dari total biaya pengembangan pesawat tempur itu.
Sebagai imbalan atas penanggungan biaya tersebut, Indonesia akan mendapatkan satu prototipe KF-21 dan transfer teknologi.
Indonesia juga akan memproduksi 48 unit jet tempur itu di dalam negeri, sementara Korea berencana memproduksi 120 unit jet jempur tersebut.
Namun, dalam perkembangannya, Indonesia telah menunda kewajiban pembayaran selama hampir dua tahun.
Sejauh ini, diperkirakan baru sekitar 278 miliar Won (Rp3,2 triliun) yang sudah dibayarkan Indonesia. Dengan demikian, tunggakan Indonesia bernilai hampir 1 triliun Won (Rp11,7 triliun).
Di tengah isu yang masih mengganjal proyek pertahanan kedua negara ini, Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Tae-yul dan Menlu RI saat itu Retno Marsudi sepakat untuk terus bekerja sama dalam pembuatan jet tempur KF-21.
Pembahasan masalah itu berlangsung saat Cho dan Retno bertemu secara bilateral di sela-sela pertemuan para menteri luar negeri kelompok G20 di Rio de Janeiro, Brazil, 21 Februari 2024.
"Kedua menteri sepakat melanjutkan kerja sama agar proyek kerja sama strategis kedua negara, termasuk pengembangan jet tempur bersama serta partisipasi Korea Selatan dalam pembentukan ekosistem mobil listrik Indonesia berjalan lancar dan mencapai hasil," kata Kemlu Korsel seperti dilaporkan Yonhap.