Menag: Optimalisasi Zakat dan Wakaf Bisa Atasi Kemiskinan Dalam Sekejap

Menteri Agama Nasaruddin Umar Saat Konferensi Pers Festival Ramadan (Doc: Natania Longdong)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Natania Longdong

Jakarta, VIVA – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menegaskan bahwa optimalisasi zakat dan wakaf dapat menjadi solusi efektif dalam mengatasi kemiskinan ekstrem di Indonesia.

Tata Cara Bayar Zakat dan Berbagi Sedekah Lewat BRImo, Mudah dan Praktis!

Menurutnya, pendekatan pemberdayaan ekonomi berbasis keagamaan harus dikembangkan agar dana yang terkumpul bisa langsung menyasar kelompok yang paling membutuhkan.

“Kami sangat terinspirasi oleh pernyataan Presiden mengenai upaya pengentasan kemiskinan. Beliau sangat profesional dalam membedakan antara kemiskinan mutlak dan kemiskinan biasa,” ujar Nasaruddin dalam jumpa pers di Kementerian Agama, Jalan MH Thamrin, Jumat 21 Maret 2025.

Pengumpulan Zakat Nasional 2025 Ditargetkan Naik 10 Persen

Ia menjelaskan bahwa ada tiga komponen utama dalam mengatasi kemiskinan, dengan tantangan terbesar adalah kemiskinan mutlak atau ekstrem, yang dalam istilah Al-Quran disebut sebagai fakir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk dalam kategori ini mencapai 3,11 juta orang.

“Jika kita hitung, kebutuhan minimal mereka sekitar Rp600 ribu per bulan. Artinya, untuk mengatasi kemiskinan mutlak ini, kita membutuhkan sekitar Rp19 triliun hingga Rp20 triliun,” jelasnya.

Zakat di Ujung Jari, Super Apps BRImo Hadirkan Solusi Praktis untuk Masyarakat di Bulan Ramadan

Nasaruddin mengungkapkan bahwa dana yang dikumpulkan oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) tahun lalu mencapai Rp41 triliun.

Zakat kaitannya dengan pemberdayaan

Photo :
  • vstory

Menurutnya, jika sebagian dari dana tersebut dialokasikan khusus untuk kelompok miskin ekstrem, maka persoalan ini dapat terselesaikan tanpa harus mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Namun, ia menilai bahwa sistem zakat di Indonesia masih menggunakan konsep lama yang disusun ribuan tahun lalu. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan agar zakat bisa lebih relevan dengan tantangan ekonomi modern.

“Fikih zakat harus lebih modern. Kita harus memahami siapa yang sebaiknya diberikan bantuan dalam bentuk uang, siapa yang lebih membutuhkan alat kerja, dan siapa yang perlu modal usaha,” ucap Menag.

Selain itu, Nasaruddin juga menyoroti jenis-jenis kemiskinan, seperti kemiskinan alami akibat bencana, kemiskinan budaya yang berakar pada pola pikir masyarakat, serta kemiskinan struktural yang menimpa individu dengan keterampilan tetapi tanpa akses modal atau kepercayaan dari lingkungan sekitar.

“Kita perlu mengubah cara pandang. Ada orang yang pintar, punya pengalaman, tapi tidak punya modal. Mungkin karena masa lalunya yang kurang baik. Akhirnya, mereka harus bekerja serabutan di pelabuhan atau pasar,” ujarnya.

Selain zakat, Menag juga menyoroti potensi besar dari wakaf. Ia mengungkapkan bahwa potensi wakaf di Indonesia mencapai Rp178 triliun per tahun. Jika dikelola dengan baik, dana ini bisa membantu mempercepat pengentasan kemiskinan.

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar/ Dok.Kemendagri

Photo :
  • VIVA.co.id/Edwin Firdaus

Sebagai contoh, ia mengusulkan sistem wakaf praktis, seperti menambahkan 10 persen dari tagihan listrik atau telepon sebagai dana wakaf.

“Bayangkan kalau ini diterapkan, dana wakaf yang terkumpul bisa sangat besar dan membantu banyak orang,” katanya.

Menag juga mengajak umat Islam untuk lebih aktif membayar zakat, infak, dan sedekah sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Menurutnya, jika potensi zakat nasional yang mencapai Rp 300 triliun per tahun dapat terkumpul secara maksimal, maka kemiskinan di Indonesia bisa diberantas dalam waktu singkat.

“Kita negara yang kaya, tetapi masih banyak yang miskin. Padahal, jika semua potensi zakat dan wakaf ini dioptimalkan, tidak akan ada lagi orang kelaparan di negeri ini,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya