Koalisi Masyarakat Sipil Dukung Keselamatan Jurnalis Tempo, Sebut Pengirim Teror Kepala Babi Pengecut
- VIVA.co.id/ Anwar Sadat
Jakarta, VIVA – Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan dukungan penuh untuk keselamatan jurnalis. Hal ini menyusul paket misterius berupa ‘kepala babi’ yang diterima oleh kantor media, Tempo di Jakarta.
"Sehari sebelum pengesahan Rancangan Undang-undang TNI satu paket diterima di kantor media Tempo, Jakarta. Ditujukan kepada salah seorang jurnalis, Francisca Christy Rosana, yang baru membukanya sehari kemudian," demikian dikutip dalam keterangan resmi bersama, Sabtu, 22 Maret 2025.
Paket itu disebut berisi intimidasi, teror yang ditujukan untuk memberikan kesan menakut-nakuti.
"Tapi pesannya jelas: menakut-nakuti. Ini bukan kali pertama. Teror terhadap Tempo, utamanya kepada tim siniar “Bocor Alus,” tercatat kedua kalinya," katanya.
Pada 6 Agustus 2024 lalu, mobil jurnalis Tempo lainnya, Hussein Abri Dongoran juga sampat dirusak orang tak dikenal. Mengesankan aksi kriminal, tapi ini disebut teror dan intimidasi.
"Kita tahu tujuan intimidasi dan teror adalah menebar rasa takut. Sasarannya diperingatkan agar tidak meneruskan apa yang sedang ia kerjakan. Sejak perusakan kendaraan pribadi hingga kepala babi, kita bisa melihat ada peningkatan bentuk intimidasi,".
Meski bertujuan menakut-nakuti, aksi itu disebut dilakukan oleh para penakut.
"Justru pelaku yang sesungguhnya mengidap rasa takut. Plus bukan orang yang kreatif dan tidak tahan adu argumentasi. Di negara yang penguasanya anti-demokrasi, atau setidaknya cenderung anti-demokrasi, orang sudah mafhum bahwa lembaga kekuasaan mengidap ketakutan kronis," ujarnya.
Wartawan Tempo Terima Kiriman Berisi Kepala Babi (Dok. istimewa)
- VIVA.co.id/Fajar Ramadhan
Menurut koalisi, kekuasaan otoriter atau cenderung otoriter tentu tahu persis bahwa demokrasi itu hakikatnya membatasi kekuasaan. Hal ini supaya tidak sewenang-wenang.
Padahal, masyarakat demokratis disebut perlu pers yang independen agar ada kontrol terhadap kekuasaan dari masyarakat.
"Setelah Reformasi 1998, Indonesia melembagakan pers bebas dan jaminan keselamatan kerja jurnalis melalui Undang-undang Pers Nomor 40 tahun 1999. Maka, kami menyatakan bahwa kami bersama-sama Tempo dan pekerja media. Kami bersama seluruh warga negara yang menginginkan agar pers yang bebas tetap dijaga dan jurnalis bekerja secara aman."
"Kami menyatakan: setop aksi pengecut untuk menakut-nakuti jurnalis."
Atas ancaman dan teror busuk ini, koalisi masyarakat sipil tidak merasa perlu untuk menuntut pihak keamanan mencari tahu siapa pelakunya dan apa motifnya.
"Kami sulit percaya bahwa aparat keamanan berkehendak untuk berpihak pada rakyat. Hari ini, saat Tempo dikirimi kepala babi, UU TNI disahkan; dan pengkhianatan polisi pada rakyat sudah berbabak-babak. Apa masih patut kami meminta mereka untuk menuntaskan teror busuk atas Tempo?."
Pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil ini antara lain disuarakan oleh:
1. Andreas Harsono, peneliti, Human Rights Watcs
2. Arif Susanto, peneliti Exposit Strategic
3. Avianti Armand, penulis
4. Ayu Utami, penulis
5. Bivitri Susanti, dosen STH Jentera
6. Damairia Pakpahan, aktivis perempuan
7. Damayanti Buchori, guru besar IPB
8. Danang Widoyoko, Transparansi Internasional Indonesia
9. Donny Danardono, dosen Universitas Katolik Soegijapranata
10. Erry Riyana Hardjapamekas, mantan wakil ketua KPK
11. Feri Amsari, dosen hukum Universitas Andalas
12. Goenawan Mohamad, seniman
13. Henny Supolo Sitepu, pendiri Cahaya Guru
14. Heru Hendratmoko, mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen
15. I Dewa Gede Palguna, guru besar Universitas Udayana
16. Ikrar Nusa Bhakti, profesor riset dan pengamat politik
17. Jilal Mardhani, Neraca Ruang
18. John Muhammad, pengamat perkotaan
19. Julius Ibrani, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia
20. Kuri Suditomo, wartawan
21. Linda Hoemar, seniman
22. Luviana Ariyanti, Konde.co
23. Mamik Sri Supatmi, dosen Kriminologi UI
24. Manneke Budiman, guru besar UI
25. Mayling Oey-Gardiner, guru besar UI
26. Melanie Budianta, guru besar UI
27. Mudji Sutrisno, dosen STF Driyarkara
28. Mustakim, wartawan
29. Natalia Soebagjo, pegiat antikorupsi
30. Nong Darol Mahmada, pegiat keberagaman
31. Nugroho Dewanto, wartawan
32. Premana Wardayanti Premadi, guru besar ITB
33. Ray Rangkuti, Lingkar Madani
34. Restu Pratiwi, aktivis perempuan
35. Ririn Sefsani, aktivis perempuan
36. Ruth Indiah Rahayu, Ketua Ikatan Keluarga Alumni Driyarkara
37. Saidiman Ahmad, peneliti politik dan kebijakan publik
38. Sandra Hamid, antropolog
39. Sandrayati Moniaga, mantan komisioner Komnas HAM
40. Sasmito Madrin, mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen
41. Simon Petrus Lili Tjahjadi, Ketua STF Driyarkara
42. Sulistyowati Irianto, guru besar antropologi hukum UI
43. Suzie Sudarman, dosen UI
44. Titi Anggraeni, dosen kepemiluan
45. Todung Mulya Lubis, pengacara HAM
46. Tosca Santoso, mantan Sekjen Aliansi Jurnalis Independen
47. Tunggal Pawestri, aktivis perempuan
48. Ubedilah Badrun, dosen Universitas Negeri Jakarta
49. Ulin Ni’am Yusron, pegiat seni
50. Usman Hamid, Amnesty Internasional
51. Wahyu Susilo, Migrant Care
52. Winarko Nganthiwani, pengelola siniar politik
53. Yanuar Nugroho, dosen STF Driyarkara
54. Alif Iman Nurlambang, mahasiswa STF Driyarkara
55. Bambang Rukminto, pengamat Kepolisian
56. Yessy Apriati, Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF)
57. Doddi Ahmad Fauji, Ketua Partey Penulis Puisi
58. Seno Joko Suyono, warga Bekasi.
59. Herry Dim, Bandung.
60. Tisna Sanjaya.
61. Indah Ariani, Sahabat Seni Nusantara (SSN)
62. Ika Ardina
63. Ida Lionila
64. Endo Suanda
65. Eva Sundari
66. Ananda Sukarlan, pengamen
67. Hasan Aspahani, Penyair, Jakarta
68. Dedy Tri Riyadi, Penyair, Tangsel.
69. Ponco Nugroho, pegiat seni
70. Erlina
71. Herman Syahara, Jurnalis, Poet.
72. Tommy F Awuy
73.. Reiner Ointoe
74. Gus tf Sakai.