Hasto Kristiyanto Klaim Tak Ada Motif Suap ke Eks Komisioner KPU dan Rintangi Penyidikan
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA – Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa dirinya tidak ada motif untuk melakukan suap kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, soal pengurusan pergantian antar waktu atau PAW anggota DPR RI 2019-2024.
Bahkan, Hasto membantah bahwa telah memberikan perintah kepada ajudannya, Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel Agar tidak menjadi barang bukti, seperti yang dituduhkan KPK.
Hal tersebut diungkap Hasto melalui nota keberatan atau eksepsinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat 21 Maret 2025.
Hasto mengatakan motif utama pemberian suap ke Wahyu merupakan ambisi Harun dan mencari keuntungan.
"Bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan sebelumnya dan penelitian pada penasihat hukum kami, ditegaskan bahwa motif utama kasus ini selain karena ambisi Saudara Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI atas dasar legalitas hasil judicial review dan fatwa Mahkamah Agung juga dan motif lain dari Saudara Saeful Bahri untuk mendapatkan keuntungan," ujar Hasto Kristiyanto di ruang sidang.
Hasto menyebutkan sejatinya nominal yang disepakati Harun Masiku melalui Saeful Bahri untuk mengurus pergantian PAW itu senilai Rp 1,5 miliar. Padahal, Hasto Kristiyanto hanya dijanjikan oleh Wahyu sebanyak Rp 1 miliar sehingga ada selisih Rp 500 juta.
"Karena itulah biaya yang disepakati Saudara Saeful Bahri dengan Harun Masiku untuk pengurusan ke KPU sebesar Rp 1,5 miliar, sementara yang dijanjikan ke Saudara Wahyu Setiawan sebesar Rp 1 miliar, sehingga ada selisih sebesar Rp 500 juta di luar bonus sekiranya hal tersebut berhasil," kata Hasto.
Hasto menjelaskan, tidak ada motif untuk memberikan suap ke Wahyu dengan memberikan bantuan dana Rp 400 juta seperti dakwaan jaksa KPK.
"Tidak ada motif dari saya apalagi sampai memberikan dana sebesar Rp 400 juta sebagaimana dituduhkan dalam surat dakwaan. Dalam teori kepentingan, seharusnya Saudara Harun Masiku yang memberikan dana ke saya. Apalagi ditinjau dari nomor urut, Saudara Harun Masiku ditempatkan pada nomor urut 6, yang bukan nomor urut favorit," jelas Hasto.
Hasto juga menyatakan, tidak memiliki alasan dan motif untuk melakukan perintangan penyidikan kasus suap Harun Masiku. Dia mengatakan, UU KPK Pasal 21 dilakukan pada tahap penyidikan.
"Bahwa dalam setiap tindakan pidana selalu terdapat motif yang menjadi dasar, alasan, dan penyebab suatu tindakan pidana. Dalam hal ini tidak ada motif dari terdakwa untuk melakukan obstruction of justice dan suap. Tindakan obstruction of justice menurut UU KPK Pasal 21 dilakukan pada tahap penyidikan. Terdakwa ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 24 Desember 2024," jelas Hasto.
Dia mengatakan dakwaan soal perintah menenggelamkan ponsel ke Kusnadi dilakukan pada 6 Juni 2024, padahal kasusnya saat itu masih di tahap penyelidikan. Menurutnya, penerapan Pasal 21 UU KPK kepadanya tak memenuhi kriteria.
"Dakwaan terhadap terdakwa yang memerintahkan Saudara Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam pada tanggal 6 Juni 2024. Pada tanggal 6 Juni 2024 tersebut posisi penegakan hukum KPK terhadap saya masih pada tahap penyelidikan sehingga tidak memenuhi kriteria Pasal 21 UU KPK," sebut dia.
Lebih lanjut, Hasto mengatakan ponsel Kusnadi masih ada dan disita KPK. Dia mengatakan tindakan melawan hukum justru dilakukan penyidik KPK.
"Faktanya telepon genggam tersebut tetap ada dan saat ini menjadi sitaan KPK. Pelanggaran hukum atau tindakan melawan hukum justru dilakukan oleh penyidik KPK pada tanggal 10 Juni 2024, saat memeriksa saya dengan operasi 5M terhadap Kusnadi," tukasnya.
Diketahui, Hasto Kristiyanto didakwa merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Hasto juga didakwa memberikan suap untuk mengusahakan Harun Masiku bisa dilantik menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024 sebanyak Rp 400 juta.
Atas perbuatannya, Hasto dinilai telah melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.