Hasto Kristiyanto Sebut KPK Abaikan Saksi Meringankan dan Langgar Prinsip Keadilan Hukum

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di persidangan.
Sumber :
  • VIVA/Zendy Pradana

Jakarta, VIVA – Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menyatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi telah bersikap tidak adil dan melanggar prinsip keadilan dalam penyusunan Berita Acara Pemeriksaan atau BAP.

Hasto Bacakan Eksepsi: KPK Daur Ulang Kasus yang Sudah Inkrah, Langgar Asas Kepastian Hukum

Hal tersebut diungkapkan Hasto melalui nota keberatan atau eksepsi pribadinya yang dibacakan di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat 21 Maret 2025.

Hasto menilai, KPK telah melanggar prinsip keadilan dalam penyusunan BAP karena mengesampingkan hak terdakwa usai tidak memeriksa saksi meringankan ketika proses P-21. 

Hasto Yakin Dikriminalisasi Karena Kritis Pasca Tolak Timnas Israel Hingga Putusan MK Nomor 90

"Proses P-21 yang dilakukan KPK sangat dipaksakan dan melanggar hak saya sebagai terdakwa untuk didengarkan saksi-saksi yang meringankan. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan dan due process of law," ujar Hasto di ruang sidang.

Padahal, proses P21 atau pelimpahan dilakukan dalam keadaan dirinya sedang sakit dan tidak memeriksa saksi meringankan. Hal tersebut yang dianggap sebagai tak mempedulikan hak terdakwa. 

Hasto Kristiyanto Ngaku Diancam Jadi Tersangka jika PDIP Pecat Jokowi

"Sejak 2 Maret 2025, saya menderita radang tenggorokan dan kram perut. Pada 6 Maret 2025, saya membuat surat pernyataan tidak bisa memenuhi panggilan KPK karena sakit. Namun, hal tersebut tetap dipaksakan oleh KPK," kata Hasto.

“Surat permohonan untuk memeriksa saksi-saksi meringankan telah disampaikan oleh penasihat hukum saya ke pimpinan KPK pada 4 Maret 2024. Namun, penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti, menjawab bahwa mereka belum menerima disposisi dari pimpinan KPK," lanjutnya.

Hasto mengklaim bahwa hak terdakwa untuk mendengarkan saksi meringankan termasuk dalam proses peradilan yang adil. Perihal tersebut merupakan hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Selanjutnya, Hasto mengutip Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa saksi meringankan wajib dihadirkan dalam proses pemeriksaan. 

"KPK telah melanggar KUHAP dengan mengabaikan saksi-saksi meringankan. Ini adalah pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan," sebut Hasto.

Dalam eksepsinya, Hasto turut menyoroti dampak dari proses P-21 yang tidak adil terhadap konstruksi surat dakwaan. Di mana, banyak perbedaan dengan fakta persidangan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.

Diketahui, para rangkain perkara tersebut ada terpidana lain yang sudah diadili dan memiliki kekuatan hukum tetap yakni eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan; mantan Anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina; dan Saeful Bahri. 

"Proses P-21 yang dipaksakan ini menyebabkan surat dakwaan banyak mengandung hal-hal yang merugikan saya. Fakta-fakta hukum versi KPK berbeda dengan fakta-fakta persidangan sebelumnya yang sudah inkracht," ucapnya.

Hasto pun menyebut proses P21 yang dipaksakan juga menyebabkan kerugian baginya dalam mencari keadilan yakni gugurnya gugatan praperadilan yang sempat didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

Karenanya, dengan dasar tersebut, Hasto meminta majelis hakim untuk menolak surat dakwaan yang diajukan oleh KPK.

 "Saya memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk menolak surat dakwaan yang diajukan oleh KPK karena proses P-21 yang dipaksakan dan melanggar hak saya sebagai terdakwa," kata Hasto.

Diketahui, Hasto Kristiyanto didakwa merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Hasto juga didakwa memberikan suap untuk mengusahakan Harun Masiku bisa dilantik menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024 sebanyak Rp 400 juta.

Atas perbuatannya, Hasto dinilai telah melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya