Kekhawatiran Eks Hakim Agung Soal KPK Jika Masuk dalam RUU KUHAP
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
Jakarta, VIVA - Mantan Hakim Agung Mahkamah Agung, Prof Gayus Lumbuun memberikan catatan terkait kabar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan masuk dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana, atau disebut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Menurut dia, KPK sebaiknya kembali ke khittoh yakni berada di luar KUHAP agar wewenangnya tetap extraordinary body.
“Kalau KPK akan masuk di KUHAP dan KPK bukan lembaga khusus sebagai lembaga Ad hoc, KPK hanya menemukan dan mengusut Tipikor, kemudian hasilnya diserahkan ke lembaga lainnya sebagai Penyidik dan Penuntut, KPK hanya sebagai lembaga yang mengontrol terhadap perkara yang ditanganinya,” kata Gayus dikutip pada Senin, 17 Maret 2025.
Mantan Hakim Agung Prof Gayus Lumbuun di Catatan Demokrasi tvOne
- tvOne
Kata dia, jika KPK tetap seperti sekarang ini berada di luar KUHAP sebagai extraordinary body dengan kewenangan yang ekstra yakni bisa melakukan penyidikan dan penuntutan serta supervisi. Tentunya, Prof Gayus hanya sebatas mengingatkan dan mengusulkan saja karena yang menentukan pilihan tersebut tetap DPR dan pemerintah.
“Sekali lagi, ini pilihan melalui analisis dan pertimbangan di tingkat nasional melalui naskah akademik. Pendapat saya ini memang kontroversial. Kenapa? Saya ingin mengembalikan kepada KUHAP yang aslinya, di mana KPK tidak masuk. Kalau KPK ingin masuk, maka resikonya adalah KPK hanya sebagai penangan perkara, pengusut perkara dan menyerahkan ke bidang masing-masing. Kalau KPK di luar KUHAP seperti hari ini, maka kewenangannya luas bahkan bisa melakukan pengambilalihan perkara, supervisi,” ujarnya.
Tentu, Gayus menyadari pendapatnya ini akan menjadi pro kontra. Akan tetapi, ia menegaskan tidak anti KPK. Justru, Gayus berpandangan kalau KPK di luar KUHAP itu disebut sebagai suatu extraordinary body yang memiliki kewenangan luas.
“Ini pilihan, KPK masuk ke KUHAP atau KPK di luar KUHAP? Tergantung nanti Pansus DPR memilih mana. Saya tidak anti KPK. Jadi kembali ke khittohnya. KPK mau masuk atau tidak masuk, saya tidak boleh punya pilihan. Itu nanti DPR. Nanti naskah akademik yang menentukan. Bukan saya enggak suka KPK. Saya menawarkan secara akademik, sebagai Guru Besar Hukum Pidana saya menawarkan pilihan hukum yang bersifat formil yaitu KUHAP yang akan dikoreksi sekarang,” pungkasnya.
