Mahasiswa Gugat UU Pemilu ke MK, Minta Caleg Harus dari Domisili yang Sama dengan Dapil
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA - Sejumlah mahasiswa menggugat Undang-Undang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait persyaratan calon anggota legislatif atau caleg. Pemohon ingin caleg harus berdomisili di daerah pemilihan (dapil) tersebut.
Dilansir dari situs MK, Senin, 3 Maret 2025, ada delapan mahasiswa yang mengajukan gugatan dengan nomor perkara 7/PUU-XXIII/2025.
Mereka merupakan mahasiswa Universitas Stikubank Semarang, yang terdiri dari Ahmad Syarif Hidayatullah, Arief Nugraha Prasetyo, Samuel Raj, Alvin Fauzi Khaq, Aura Pangeran Java, Akhilla Mahendra Putra, Arya Ashfihani HA, dan Isnan Surya Anggara.
"Para pemohon dengan ini mengajukan permohonan pengujian materiil terhadap frasa dan kata dalam Pasal 240 ayat (1) huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD 1945," demikian isi gugatan tersebut dikutip pada Senin, 3 Maret 2025.
Sementara, pasal 240 ayat (1) huruf C yang digugat berisi :
"(1) Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan: c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia"
Sejumlah mahasiswa itu meminta agar bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia asli dan harus memenuhi persyaratan, antara lain yaitu bertempat tinggal di daerah pemilihan tempat mencalonkan diri sekurang-kurangnya 5 tahun sebelum penetapan calon dan dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Pemungutan suara atau pencoblosan di pemilu. (Foto ilustrasi).
- VIVA/M Ali Wafa
Pemohon merasa dirugikan dengan keberadaan pasal yang berlaku saat ini. Mereka mengatakan pasal itu membuka kemungkinan anggota legislatif terpilih dalam Pemilu bukan orang dari dapil dan kurang memahami isu lokal di dapilnya.
Mereka menilai anggota legislatif harus berdomisili sesuai Dapilnya karena memahami setiap persoalan yang dialami di daerah tersebut. Sebab, lanjut pemohon, para caleg itu sudah bertempat tinggal di daerah tersebut dari lama.
Pemohon menyampaikan keberadaan pasal itu membuat masyarakat asli daerah tersebut harus bersaing dengan pendatang untuk berebut kursi legislatif.
"Anggota legislatif sebagai unsur representasi keterwakilan rakyat dari suatu daerah seharusnya dipilih berdasarkan domisili untuk memastikan ia memahami permasalahan dari daerah yang diwakilinya karena pernah tinggal di daerah tersebut dan merasakan permasalahan secara langsung," demikian penjelasan pemohon.
Pemohon kemudian membandingkannya dengan konteks pencalonan anggota DPD. Menurutnya, ada ketentuan bahwa calon anggota DPD harus merupakan penduduk yang berdomisili di dapil yang bersangkutan.
"Karena itu, pemohon merasa dirugikan karena putusan serupa yang mengatur syarat domisili dalam pemilihan anggota legislatif belum pernah dikeluarkan oleh MK. Padahal, urgensi representasi menurut Pemohon lebih penting dalam Pileg yang merupakan pemilihan umum berdasarkan dapil di daerah tertentu," lanjut alasan pemohon.