Menko Yusril: Reynhard Sinaga Kasus Pribadi
- Facebook via BBC
Jakarta, VIVA – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) RI, Yusril Ihza Mahendra kembali bicara terkait rencana pemindahan penahanan Reynhard Sinaga dari tahanan Inggris. Reynhard merupakan pelaku tindak pidana pelecehan sejenis.
Yusril menjelaskan bahwa Reynhard merupakan kasus pribadi. Sehingga, kata dia, pemerintah Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa terkait pemindahan penahanannya.
"Kasus Reynhard itu lebih banyak merupakan kasus pribadi dan kita pun tidak bisa berbuat apa-apa, oleh karena berdasarkan hukum Inggris, dia baru boleh mengajukan keringanan setelah 30 tahun menjalani hukuman," kata Yusril Ihza Mahendra kepada wartawan, Rabu 26 Februari 2025.
Yusril menerangkan, Reynhard Sinaga bukan menjadi prioritas bagi pemerintah Indonesia dalam pemindahan penahanan. "Yang prioritas adalah mereka yang dijatuhi hukuman di Malaysia dan di Saudi Arabia, yang jumlahnya sangat besar dan itu menyangkut banyak sekali pekerja Indonesia yang ada di dua negara tersebut," ujarnya.
Lebih lanjut, Yusril menyebut bahwa pemerintah Indonesia terus memantau perkembangan penahanan Reynhard.
"Jadi, kita concern dan kita tahu persoalan itu dan kita pantau perkembangannya. Tapi, kalau untuk segera dilakukan exchange prisioner ataupun transfer prisioners itu kiranya masih jauh," ujarnya.
"Jadi, tidak menjadi prioritas untuk dikerjakan oleh pemerintah sekarang," imbuhnya.
Diketahui, Reynhard Sinaga, WNI yang dikenal sebagai predator seksual paling kejam dalam sejarah Inggris. Ia terjerat dalam serangkaian kasus pelecehan seksual terhadap ratusan pemuda saat dia tinggal di Manchester antara tahun 2015 hingga 2017.
Kejahatan ini terungkap setelah salah satu korban yang tersadar saat tengah dilecehkan oleh Reynhard melaporkan insiden tersebut ke pihak berwajib.
Reynhard dikenal memanfaatkan situasi di luar klub malam dan pub, menargetkan pria-pria muda yang sedang mabuk. Ia membujuk para korban untuk ikut dengannya ke apartemennya di Princess Street, lalu membius mereka dengan Gamma Hidroksi Butirat (GHB), obat yang biasa digunakan dalam praktik chemsex, sebelum melakukan pemerkosaan.
Reynhard juga merekam aksi kekejamannya tersebut dan menyimpan barang-barang milik korban, seperti jam tangan, ponsel, hingga kartu identitas. Para korban biasanya terbangun tanpa ingatan apapun mengenai peristiwa yang dialami mereka.
Pada Juni 2017, Reynhard akhirnya terungkap setelah korban terakhirnya yang tersadar dan melawan, korban tersebut kemudian melapor ke polisi. Kasus ini menggemparkan publik dan membuatnya dijatuhi hukuman seumur hidup pada tahun 2020, setelah terbukti bersalah atas 159 pelanggaran seksual, termasuk pemerkosaan terhadap 136 pria muda.
Reynhard kini mendekam di HMP Wakefield, penjara dengan keamanan maksimum yang menampung para penjahat berisiko tinggi di Inggris.
Meskipun mendekam di penjara, ia tak luput dari kekerasan fisik yang diterimanya, termasuk serangan yang mengakibatkan cedera parah pada wajahnya. Foto-foto wajahnya yang penuh lebam pertama kali dirilis oleh Kepolisian Manchester menjelang penayangan film dokumenter BBC, Catching a Predator, pada Oktober 2021.
Kasus ini tidak hanya menyisakan luka mendalam bagi para korban, tetapi juga menimbulkan kontroversi dalam upaya pemerintah Indonesia untuk memulangkan Reynhard, sebagai bagian dari perlindungan terhadap hak-hak WNI di luar negeri.