Hakim Diminta Teliti Semua Bukti Dugaan Suap di PN Surabaya
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA - Tim Kuasa Hukum Heru Hanindyo (HH), Yoni A. Setyono meminta majelis hakim yang menangani sidang kasus dugaan suap terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur, meneliti semua barang bukti yang ada. Diketahui, tiga hakim PN Surabaya diduga terima suap atas vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
“Kami berharap hakim benar-benar memperhatikan dengan teliti semua bukti dan mengadili menurut social justice, harus berani menyatakan salah kalau memang salah dan yang benar kalau memang benar. Dan bila tidak terbukti, harus dibebaskan,” kata Yoni melalui keterangannya pada Kamis, 30 Januari 2025.
Berdasarkan persidangan pada Selasa, 21 Januari 2025, dengan agenda 6 orang saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) di antaranya dua orang dari money changer, empat orang Pegawai Pengadilan Negeri Surabaya mengungkap fakta yang sebenarnya.
"Tidak ada satu keterangan pun yang menyatakan klien kami meminta, baik langsung ataupun tidak langsung perkara Gregorius Ronal Tannur, dan tidak adanya mufakat atau menerima suap dari LR (Lisa Rachmat), Kuasa Hukum GRT (Gregorius Ronald Tannur)," jelas dia.
Selanjutnya, Yoni menjelaskan soal safe deposit box (SDB) yang disimpan di PT. Bank Mandiri Cabang Cikini atas nama klien dan kakaknya. Menurut dia, itu merupakan satu bundel waris yang belum dibagi kepada ahli waris. Anehnya, kata dia, dibongkar paksa oleh penyidik tanpa izin dari pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 38 Ayat (1) KUHAP.
“Padahal sejatinya, SDB termasuk seluruh isi SDB itu sama sekali tidak berkaitan dengan perkara tersebut. Karena dibuka di bank tersebut (dahulu Bank Exim) oleh ayah klien kami pada tahun 2002. Isinya adalah ijazah sekeluarga dan peninggalan orang tua yang menjadi harta waris,” ungkapnya.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwawan terhadap tiga hakim yang memberikan vonis bebas kepada Gregorius Ronald Tannur (31) dalam kasus pembunuhan kepada pacarnya. Tiga hakim pemberi vonis bebas ini didakwa telah menerima suap sehingga mau membebaskan Ronald Tannur dari kasusnya.
Jaksa mendakwa tiga hakim pemberi vonis bebas Ronald Tannur telah menerima uang tunai sebanyak Rp4,6 miliar. Penerimaan uang itu diberikan dalam bentuk mata uang rupiah dan mata uang asing dolar Singapura.
"Berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby tanggal 05 Maret 2024, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) dan SGD308.000 (tiga ratus delapan ribu dolar Singapura)," ujar jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, pada Selasa, 24 Desember 2024.
Adapun, tiga hakim yang didakwa menerima suap usai memberikan vonis bebas Ronald Tannur yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul.
Jaksa menjelaskan bahwa penerimaan masing-masing uang sehingga berani memutuskan bahwa Ronald Tannur bebas dalam kasus pembunuhan kepada pacarnya.
Erintuah Damanik menerima uang tunai sebesar SGD48.000 dari ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur dan Lisa Rachmat selaku kuasa hukum Ronald Tannur. Kemudian, uang tunai sebesar SGD36.000 diberikan untuk hakim Mangapul. Selanjutnya, Heru Hanindyo menerima uang sebesar SGD30.000 yang kemudian uangnya disimpan oleh Erintuah Damanik.
“Uang tunai sebesar SGD140.000 (seratus empat puluh ribu dolar Singapura) dari Meirizka Widjaja Tannur dan Lisa Rachmat," kata jaksa.
Kemudian, Heru Hanindyo juga menerima uang dari Meirizka Widjaja Tannur dan Lisa Rachmat sebanyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan SGD120.000 (seratus dua puluh ribu dollar singapura). Uang diberikan untuk tiga hakim pengadil Ronald Tannur itu diterima secara sadar.
Pasalnya, Erintuah Damanik Cs telah mengetahui uang diberikan oleh Lisa Rachmat adalah untuk menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum.
Jaksa menilai Erintuah Damanik cs telah melanggar Pasal 5 ayat (2) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Pasal 12 B Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.