Kampung Industri, Alternatif Solusi Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Program Kampung Industri yang digagas Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (ASPRINDO), kini sudah menunjukkan geliatnya setelah pada periode kepengurusan lalu terkendala akibat pandemi Covid-19.
Hal ini disampaikan Ketua Umum ASPRINDO, Jose Rizal, sesaat setelah membuka acara sosialisasi kembali tentang Kampung Industri ke pengurus DPP, DPW dan anggota Asprindo melalui zoom meeting, Sabtu 25 Januari 2025.
Jose menyebut bahwa untuk mengakselerasi pengembangan Kampung Industri, ia sudah dan sedang mencoba untuk bekerja sama dan bersinergi dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Di tingkat pusat, menurut Jose, pihaknya sudah beraudiensi dengan berbagai kementerian untuk mendapatkan dukungan, di antaranya Menteri PPN/Bappenas yang menyambut baik program ini, Menteri Kelautan dan Perikanan yang sudah mengarahkan dirjen terkait untuk melakukan peninjauan ke rintisan Kampung Industri perikanan Asprindo, dan Menteri Desa dan PDT yang dalam waktu dekat mengagendakan penandatanganan MoU.
ASPRINDO juga akan mengupayakan dukungan dari kementrian teknis lainnya dan pemerintah daerah.
Di luar itu, Jose menyebut akan mencanangkan kerja sama dengan Perguruan Tinggi untuk mendapatkan tenaga ahli dan pendampingan. Ketua Dewan Pakar ASPRINDO, Prof. Didin S Damanhuri yang juga guru besar IPB, telah menyiapkan tim pakar dari IPB untuk mengawal program ini.
“Harapan kami, ke depan, Kampung Industri bisa menjadi program nasional yang mendukung pemerintah dalam upaya membangun ketahanan pangan. Karena berbasis akar rumput, Kampung Industri merupakan alternatif solusi bagi pemerintah, baik untuk ketahanan pangan maupun untuk pengentasan kemiskinan,” papar Jose.
Jose menggarisbawahi bahwa di internal ASPRINDO, Kampung Industri adalah keniscayaan. Kampung Industri adalah wujud gotong royong para pengusaha pribumi untuk saling membesarkan usaha masing-masing.
“Kami harus menjalankan ini kalau mau besar dan kompetitif. Tidak ada cara lain. Karena selama ini pengusaha pribumi umumnya pengusaha kecil, dengan modal terbatas dan akses pasar yang juga terbatas. Pengusaha bumiputera tidak akan sanggup bersaing dengan oligarki yang menguasai perekonomian kita saat ini. Karena itu, pengusaha bumiputera harus bersatu, bersinergi dengan sesama anggota yang memiliki bisnis serupa, sehingga bisa membangun kekuatan baru. Kampung Industri adalah wujud ekonomi kerakyatan yang akan dikelola secara profesional,” tandasnya.
Sekadar menyegarkan ingatan, Kampung Industri versi Asprindo adalah sebuah kawasan perkampungan yang menjadikan bisnis rumahan dan UMKM yang dikelola mayoritas penduduk, diarahkan menjadi kawasan ekosistem usaha yang terintegrasi, dengan melibatkan elemen masyarakat bersinergi dengan pengusaha anggota ASPRINDO di setiap wilayah.
“Kunci Kampung industri adalah produk unggulan setiap wilayah, gotong royong dalam pengadaan sumber daya, dioperasikan secara profesional, dengan kemanfaatan win-win di antara seluruh elemen yang terlibat,” demikian Jose.
Tiga Peran Strategis
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal ASPRINDO, Ana Mustamin, menjelaskan tentang peran strategis yang akan dijalankan ASPRINDO pada setiap rintisan Kampung Industri.
Yang pertama, menurutnya adalah, bagaimana menciptakan nilai tambah (market value creation). Untuk bidang pertanian misalnya, ASPRINDO menggagas Food Ingredients Industry.
Mengumpulkan dan mengelola hasil pertanian dalam satu kawasan untuk kepentingan produk antara, seperti food ingredients, menurut Ana, sebetulnya tidak sulit. “Hanya dibutuhkan kemauan dan sedikit usaha melakukan penyortiran dan pengemasan,” jelasnya.
Pengusaha ASPRINDO sudah ada yang menjalankan usaha dengan mendirikan pabrik food ingredients, teknologi terapan diciptakan sendiri, dan dengan kebutuhan bahan baku dan jaringan pasar yang sudah sangat besar. Usaha ini mengurangi ketergantungan impor, sekaligus menjamin hasil panen petani terserap, tidak membusuk, dan harga pembelian bisa tetap stabil.
“Pengurus DPW ASPRINDO di seluruh Indonesia bisa menjalankan usaha ini, minimal sebagai pemasok bahan baku hasil pertanian yang sudah siap olah di pabrikan. Ini jika mereka tidak mampu mendirikan pabrik food ingredients sendiri. Kuncinya hanya kemauan dan konsistensi,” papar Ana.
Peran kedua adalah ASPRINDO menerapkan Parenting Style. Pengurus DPP di bawah arahan Dewan Pakar, memberikan pendampingan manajemen kepada unit-unit usaha DPW ASPRINDO. Kalau perlu dibentuk holding company, dan seluruh unit usaha di bawah ASPRINDO menjadi subsidiaries. Sehingga strategi korporasi dan strategi bisnisnya terarah.
Peran ketiga adalah mengawal operasional dan menetapkan parameter keberhasilan. Dari peran ini, Kampung Industri diharapkan bisa mencapai otomatisasi proses bisnis, memiliki keselarasan tujuan usaha, proses digitalisasi dan layanan yang kompetitif, mampu comply dengan regulasi, memiliki kemampuan mengelola dan mengembalikan investasi, memiliki kemampuan beradaptasi dengan pasar, dan tetap mampu menjaga volatilitas antara biaya dan pendapatan.
“Hal terakhir ini adalah kelemahan umum UMKM di luar aspek permodalan. Mereka tidak bisa menjaga kesinambungan usaha, dan tidak punya quality control yang persisten,” papar Ana.
Ana menyebut, Kampung Industri akan masuk dalam 4 bidang industri: pertanian, peternakan, kelautan dan perikanan, serta pariwisata.
“Ini kerja besar bagi ASPRINDO. Dan butuh proses panjang. Tapi kami berharap, dengan dukungan pemerintah dan seluruh elemen masyarakat, pengusaha pribumi bisa bangkit dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” demikian Ana Mustamin, Sekretaris Jenderal ASPRINDO yang karirnya 20 tahun lebih didedikasikan di industri keuangan.