Kejagung Dalami Dugaan Korupsi Penerbitan SHM dan SHGB Pagar Laut Tangerang
- VIVA.co.id/Sherly (Tangerang)
Jakarta, VIVA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mendalami dugaan korupsi di balik penerbitan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) pada lokasi Pagar Laut Tangerang. Korps Adhyaksa memantau proses penanganan yang dilakukan oleh instansi terkait. Kejagung pun turun langsung guna mengkaji dan mendalami dugaan korupsi tersebut.
"Kami sedang mengikuti secara seksama perkembangannya di lapangan, dengan mengedepankan instansi atau lembaga leading sector yang sedang menangani, dan secara proaktif melakukan kajian dan pendalaman apakah ada informasi atau data yg mengindikasikan peristiwa pidana terkait tipikor," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, Sabtu, 25 Januari 2025.
Untuk diketahui, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan bahwa dirinya sempat berdebat sengit dengan Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin, terkait legalitas Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di area pagar laut milik PT Intan Agung Makmur (IAM) yang terletak di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten.
Dalam kunjungannya ke lokasi, Nusron menyatakan bahwa Kades Kohod bersikeras menyebut area yang kini berubah menjadi hamparan laut akibat abrasi tersebut dulunya merupakan kolam atau empang. Arsin juga menambahkan bahwa pada tahun 2004, kawasan tersebut telah dipasang batu-batu untuk mencegah abrasi yang lebih jauh ke wilayah permukiman.
“Saya berdebat dengan Pak Kades. Dia ngotot itu dulunya empang, katanya karena abrasi berubah jadi laut. Katanya sejak 2004 sudah dipasang batu-batu supaya tidak merembet ke permukiman,” ujar Nusron setelah meninjau kawasan tersebut, Jumat, 24 Januari 2025.
Sertifikat SHGB dan SHM Dicabut
Nusron menambahkan bahwa Kementerian ATR/BPN telah memutuskan untuk mencabut dan membatalkan penerbitan SHGB dan SHM yang terkait pagar laut PT Intan Agung Makmur. Berdasarkan investigasi, penerbitan sertifikat tersebut dinyatakan cacat prosedur dan materiil, serta melanggar ketentuan hukum terkait batas daratan dan garis pantai.
“Hari ini kami bersama tim resmi membatalkan sertifikat, baik SHM maupun SHGB, yang diterbitkan atas nama PT IAM. Secara faktual dan material, tanahnya sudah tidak ada,” jelas Nusron.
Dari total 263 sertifikat yang diterbitkan di bawah laut tersebut, sebagian besar sudah dicabut. Proses pembatalan dilakukan secara bertahap untuk memastikan seluruh prosedur berjalan transparan dan akurat.
“Insya Allah, kami akan selesaikan ini secepatnya. Tapi ini bukan pekerjaan mudah karena jumlah sertifikatnya cukup banyak. Kami harus memastikan tidak ada pembatalan yang tidak sesuai prosedur,” tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Desa Kohod, Arsin, memberikan klarifikasi terkait keterlibatannya dalam pemasangan pagar bambu misterius yang sempat viral. Video yang menunjukkan dirinya memberikan arahan kepada pekerja disebut Arsin sebagai dokumentasi dua tahun lalu saat inspeksi atas laporan warga terkait abrasi.
“Video itu direkam dua tahun lalu, bukan saat saya memasang pagar. Waktu itu saya sedang memeriksa laporan warga soal bambu yang dipasang secara ilegal,” bantah Arsin.
Ia juga menegaskan bahwa nelayan di wilayah tersebut tetap dapat beraktivitas tanpa hambatan. “Sampai sekarang nelayan masih berlayar, tidak ada pengaduan apa pun,” tambahnya.
Meski demikian, sejumlah warga melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) telah melaporkan Arsin dan delapan orang lainnya, termasuk seorang mahasiswa bernama Sandi, yang diduga terlibat dalam pemasangan pagar tersebut secara swadaya.