Catatan Imparsial dalam 100 Hari Pemerintahan Prabowo: Polri Perlu Tingkatkan Pelayanan Masyarakat

Ilustrasi Polri.
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA – Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra memberikan penilaian terhadap sisi penegakan hukum 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Bikin Terenyuh, Murid SD di Mimika Sisakan Makanan Bergizi untuk Ibu di Rumah

Menurut Ardi, pada periode akhir tahun lalu, terdapat berbagai kasus yang melibatkan tindak pidana maupun kekerasan yang melibatkan anggota kepolisian.

Salah satu contoh kasusnya adalah penembakan bos rental mobil di KM 45 Tangerang Selatan yang dilakukan oleh oknum anggota TNI AL, di mana pada saat itu Kapolsek Cinangka disebut menolak laporan masyarakat.

Kapolri: Ada 11.000 Calon Siswa Daftar di SMA Taruna Kemala Bhayangkara Secara Gratis

Namun Polri bisa bertindak cepat dengan mencopot Kapolsek Cinangka dari jabatannya.

Ilustrasi Gedung Mabes Polri

Photo :
  • vivanews/Andry Daud
Julia Santoso Masih Ditahan Meski Menang Praperadilan, Petrus Selestinus Kritik Polri

"Tindakan tegas dari institusi Polri terhadap Kapolsek Cinangka ini sudah tepat dan tentunya dapat menjadi pelajaran bagi anggota kepolisian yang lain di berbagai daerah terkait bagaimana mereka seharusnya merespons aduan dari masyarakat,” ucap Ardi, Sabtu 25 Januari 2025.

"Untuk itu, yang menjadi catatan dalam 100 hari pemerintahan Prabowo ini, Polri perlu meningkatkan kinerjanya terkait dengan pelayanan masyarakat, jangan sampai ada lagi laporan masyarakat yang diabaikan," sambungnya.

Selain kasus penembakan bos rental mobil, langkah tepat yang diambil oleh Polri menurut Ardi ada pada kasus penembakan warga sipil di Semarang dengan mencopot Kapolrestabes Semarang.

"Harapannya hal ini dapat menjadi deterrence bagi seluruh jajaran Polri agar kesalahan-kesalahan di masa datang dapat diminimalisir," ujarnya.

Kendati bisa menyelesaikan kasus, terdapat usulan di tengah masyarakat untuk menempatkan lembaga kepolisian di bawah kementerian. 

Namun, Ardi melihat respons masyarakat yang ingin menempatkan lembaga penegak hukum tersebut di bawah kementerian terlalu reaktif dan tanpa kajian.

"Hal itu tidak secara mendalam melihat permasalahan sesungguhnya yang ada di tubuh kepolisian, Seperti misalnya masih terbatasnya sarana dan prasarana Polri untuk mendukung kerja-kerja Polri di lapangan, terbatasnya kapasitas sumber daya manusia yang ada di tubuh kepolisian, serta kurangnya keterampilan yang bersifat teknis dalam menangani berbagai persoalan yang diadukan kepada kepolisian," kata Ardi.

"Untuk itu, Polri perlu mengkaji secara bersama-sama dengan masyarakat sipil, terkait bagaimana mengatasi berbagai akar persoalan tersebut agar didapatkan solusi yang komprehensif," tuturnya.

Langkah yang tepat menurut Ardi, Polri bisa melakukan evaluasi sistem internal yakni peraturan kapolri (Perkap) atau petunjuk teknis (Juknis) tentang pelaksanaan tugas kepolisian apakah sudah tepat dan ramah terhadap isu hak asasi manusia.

Dia menyebut beberapa perkap perlu ditinjau ulang, khususnya yang berkaitan dengan tugas kepolisian terutama dalam pelayanan masyarakat. 

Selain itu, perlu adanya pengawasan pelaksanaan perkap tersebut agar berjalan berjalan semestinya.

"Kedua, terkait sarana dan pra sarana, kantor kepolisian di seluruh Indonesia tidak memiliki fasilitas yang sama, khususnya dalam merespons laporan atau aduan masyarakat. Hal ini perlu diperhatikan oleh kepala kepolisian baik pada tingkat wilayah, daerah, maupun pusat. Ketiga, adalah kualitas sumber daya anggota kepolisian yang secara berkesinambungan perlu mendapatkan peningkatan dari institusi, tidak lagi bergantung pada pribadi masing-masing anggota," katanya.

Dengan adanya peninjauan ulang terkait perkap dan juknis, dia berharap institusi kepolisian bisa semakin profesional dalam menjalankan tugas, baik dalam pelayanan dan penegakan hukum sesuai prinsip hak asasi manusia.

"Yang paling penting, Polri meninggalkan budaya militeristik jaman Orde Baru karena Polri sejatinya sudah terpisah dari TNI sejak era Reformasi 1998, untuk itu berbagai pendekatan Polri haruslah bersifat humanis dan akuntabel. Kami juga berharap Polri juga lebih terbuka dan akuntabel dalam perumusan kebijakan strategis Polri dengan melibatkan akademisi dan kelompok masyarakat sipil," ujar Ardi.

Ardi tak lupa juga mengapresiasi Polri meski dalam 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo sudah menghadapi berbagai masalah.

"Kami mengapresiasi langkah Polri yang dalam beberapa kasus telah merespons secara tegas anggotanya yang melakukan pelanggaran. Bahkan menurut catatan Imparsial dari monitoring pemberitaan media, dalam 100 hari (3 bulan) terakhir terdapat 414 anggota Polri yang mendapatkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) di seluruh Indonesia," ungkap Ardi.

Catatan ini dijelaskan Ardi belum termasuk bagi oknum yang mendapatkan demosi, mutasi, atau penundaan kenaikan pangkat dalam waktu tertentu.

"Hal yang paling penting sebenarnya bagaimana sistem pengawasan di Kepolisian bisa mencegah anggota dari berbagai pelanggaran tersebut. Karena bagaimanapun juga, jika sudah terjadi pelanggaran maka citra Polri yang akan dipertaruhkan," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya