Polemik Pagar Laut dan Proyek PIK, Nelayan Tangerang Teriak Kepala Desa Ikut Bermain Jual Beli Tanah

Nelayan Tangerang Teriak Kepala Desa Ikut Bermain dalam proyek PIK
Sumber :
  • tvOne

Tangerang, VIVA – Polemik pagar laut di pesisir Tangerang semakin memanas. Nelayan yang terdampak menuding proyek reklamasi dan pembangunan di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) merugikan mereka.

Sementara isu keterlibatan oknum kepala desa dalam jual beli tanah yang tidak adil juga mencuat. Pengakuan nelayan ini menyoroti ketidakadilan dan konflik yang terus terjadi di tengah pembangunan besar-besaran di wilayah tersebut.

Kholid, salah seorang nelayan di kawasan pesisir Tangerang, mengungkapkan dampak besar proyek pagar laut terhadap kehidupannya. Menurutnya, reklamasi dan pengurugan sawah serta sungai telah mengganggu ekosistem dan akses para nelayan untuk melaut.

“Saya cuma ingin menyampaikan bahwa artinya agak berbeda saja dengan apa yang terjadi di lapangan. Kalau memang ini bukan kelakuannya PIK PSN (Proyek Strategis Nasional), kenapa harus ada pengurugan sawah yang lagi ada tanam padinya, lalu ditimbun?,” keluh Kholid dikutip dalam program Catatan Demokrasi tvOne.

Proses pencabutan pagar bambu di laut tangerang secara manual

Photo :
  • VIVA.co.id/Sherly (Tangerang)

Bukan hanya sawah yang ditanam padi yang diurug, nelayan tersebut juga menceritakan sungai juga kena urug yang disebutnya ulah dari proyek PIK.

“saya cerita tentang pengalaman saya yang saya temukan di bawah. sungai diurug itu juga kerjaan siapa? Kalau enggak ada yang ngaku, nanti swadaya lagi atau apa. Nah, terkait masalah kenapa saya sebut PIK, bahkan saya berani ngomong ini kelakuannya Aguan. Dasarnya apa? Ini bagian dari materi gugatan,” tegas Kholid.

Kholid juga menyebut bahwa pembangunan pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer menjadi salah satu penyebab terganggunya kehidupan masyarakat pesisir.

Alasan Menteri Trenggono Ngaku Sulit Selidiki Pemilik Pagar Laut Tangerang

Dugaan Kepala Desa Bermain dalam Jual Beli Tanah

Selain dampak lingkungan, Kholid juga menyoroti praktik jual beli tanah yang menurutnya merugikan masyarakat kecil. Ia mengungkapkan bahwa kepala desa setempat diduga menjadi calo yang memotong pembayaran untuk pemilik tanah.

Nelayan Bongkar Kepalsuan Konten Abu Janda soal Pagar Laut: Syuting Dibayar Rp100 Ribu

“Kemudian, mungkin Bapak enggak tahu ya, ini A jual tanah. Harga Rp50.000 per meter yang kemudian di-ACC dicairkan Rp50.000, tapi yang dikasihkan ke pemilik tanah itu hanya Rp30.000, dan ini yang melakukan adalah kepala desa,” ungkap Kholid.

Praktik ini, menurut Kholif, kerap terjadi di desa-desa pesisir yang terdampak proyek pembangunan pagar laut dan kawasan PIK.

Boyamin MAKI Bakal Laporkan Dugaan Korupsi HGB di Pagar Laut Tangerang ke KPK

Nelayan Kholid merasa realitas di lapangan sangat berbeda. Menurutnya, masyarakat kecil seperti nelayan selalu menjadi pihak yang dirugikan dalam proyek-proyek besar seperti ini.

“Bapak bilang tidak ada masalah, tapi apa yang saya lihat berbeda jauh. Nelayan kehilangan mata pencaharian, tanah kami diambil begitu saja, dan kepala desa ikut bermain. Negara hanya berpihak pada perusahaan besar,” beber Kholid.

Penjelasan Agung Sedayu Group tentang Pagar Laut

Di tengah polemik ini, Agung Sedayu Group, pengembang kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK2), memberikan klarifikasi. Kuasa hukum Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid, mengakui bahwa anak perusahaan mereka, PT Intan Agung Makmur (IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (CIS), memang memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Tangerang.

 Namun, ia menegaskan bahwa HGB tersebut tidak mencakup seluruh pagar laut sepanjang 30,16 kilometer yang menjadi sorotan.

“Pagar laut itu bukan milik PANI (PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk/PIK2). Dari 30 kilometer pagar laut, kepemilikan HGB anak perusahaan PIK PANI dan PIK non-PANI hanya ada di dua desa di Kecamatan Pakuhaji, tepatnya Desa Kohod. Di tempat lain, dipastikan tidak ada,” tegas Muannas.

Ia juga menjelaskan bahwa pagar laut tersebut sudah ada jauh sebelum pembangunan proyek PIK 2 dimulai. Menurut Muannas, klaim bahwa laut disertifikatkan juga tidak benar.

“Yang terjadi adalah alih fungsi lahan tambak atau sawah milik warga yang terabrasi, namun batas-batasnya masih jelas dan kemudian dialihkan sesuai prosedur hukum,” jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya