Dianggap Langgar Perda, Pemkab Gianyar Tutup Kampung Rusia di Ubud
- VIVA.co.id/Maha Liarosh (Bali)
Bali, VIVA – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gianyar menutup usaha akomodasi, PARQ Ubud yang dikenal sebagai Kampung Rusia pada Senin, 20 Januari 2025.
Kampung Rusia yang berlokasi di Jalan Sri Wedari No 24 Banjar Tegallantang Ubud itu ditutup lantaran melanggar beberapa Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjokorda Bagus Pemayun mengatakan penutupan itu jadi kebijakan yang harus dipilih untuk menegakkan peraturan. Sebagai daerah pariwisata, Bali membutuhkan turis. Tapi di sisi lain, aturan harus diikuti oleh wisatawan asing yang tengah berada di Bali.
"Momen ini bagaimana kita ingin menegakkan regulasi yang ada, dan ini jadi atensi pemerintah pusat sampai daerah," kata Tjok Bagus Pemayun, di Denpasar, pada Selasa, 21 Januari 2025.
PARQ merupakan akomodasi pariwisata yang dikelola oleh WNA asal Rusia. Pemerintah Kabupaten Gianyar menyatakan tempat usaha pariwisata itu tak mengantongi izin.
Penutupan Kampung Rusia itu berdasarkan Keputusan Bupati Gianyar Nomor 285/E-09/HK/2025. Dalam keputusan tersebut, juga diminta kepada pemilik atau penanggung jawab usaha untuk menutup usahanya.
Pemberhentian kegiatan berusaha dan penutupan tempat usaha PARQ Ubud karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 19 Ayat (3) pada Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 15 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat, dan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 2 tahun 2022 Tentang Penyelenggaraan Perizinan Berbasis Risiko.
Kehadiran Satpol PP di Kampung Rusia itu pun mendapatkan tekanan dari para pekerja yang khawatir mata pencahariannya bakal hilang. Kericuhan pun tak dapat dihindarkan, tapi petugas tetap menyegel tempat itu.
"Kita melihat dari kaca mata berbeda ya, asal sesuai regulasi. Yang jelas, siapa pun kami terbuka dengan orang asing asalkan sesuai dengan regulasi yang ada," jelas Tjok Bagus Pemayun.
Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya mengungkapkan agar pemerintah mengevaluasi kebijakan Penanaman Modal Asing (PMA) bukan hanya Rp10 miliar.
"Kalau Rp10 miliar kayanya terlalu kecil, sampai usaha yang kecil nanti juga akan diambil, misalnya batas PMA itu minimum Rp100 miliar," kata Rai Suryawijaya.
Batasan PMA itu menurutnya, untuk memberikan perlindungan kepada usaha-usaha kecil di Bali yang dikelola warga lokal.
"Jangan sampai kalau dibiarkan nanti bakal merebut usaha masyarakat, sampai menyewakan kendaraan pun ikut diambil," ujarnya.
Di sisi lain, Rai Suryawijaya menyadari kehadiran wisatawan, terutama dari Rusia datang ke Bali karena diberikan kemudahan akses. Namun, kondisi itu di luar perkiraan karena banyak wisman yang melanggar aturan.
"Dulu kita yang menginvite mereka come to Bali, work from Bali, tapi tentunya sepanjang mereka melakukan sesuai aturan, kalau melanggar ya akan ditertibkan," jelas Rai Suryawijaya.