Soroti LSM Anti Sawit, Guru Besar IPB: Coba Kalau Tumbuh di Eropa, AS Pasti Tak Dipersoalkan

Petani kelapa sawit memanen tandan buah segar kelapa sawit di tengah banjir luapan Sungai Kampar, Riau. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hadly V

Jakarta, VIVA - Rencana pemerintah era Prabowo Subianto yang ingin memanfaatkan kawasan hutan rusak untuk ditanamkan sawit adalah ide positif. Ada pandangan diskriminasi terhadap tanaman sawit.

Dukung Prabowo Perluas Lahan Sawit di Hutan Rusak, Guru Besar IPB: Tingkatkan Produktivitas Kawasan

Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Yanto Santoso menilai selama ini ada diskriminasi terhadap tanaman sawit di dunia. Dia menuturkan tanaman yang tumbuh di negara tropis ini jadi alasan sawit didiskriminasi. 

Dia mengatakan sawit punya banyak manfaat mulai dari pangan hingga energi. Ia menekankan sawit juga sebagai tanaman yang produktivitasnya mencapai empat sampai delapan kali lipat daripada bunga matahari dan kedelai yang jadi andalan minyak nabati Eropa serta Amerika Serikat.

Kemenag Perketat Seleksi Guru Besar, Kini Wajib Uji Kompetensi

“Ada perang dagang nih minyak nabatinya internasional. Coba kalau sawit tumbuh di Eropa sama Amerika, mereka [pihak asing] nggak akan mempersoalkan,” kata Yanto, dikutip pada Selasa, 14 Januari 2025.

Dia menyampaikan Amerka Serikat dan Eropa seperti iri dengan sawit di Indonesia.

Pertama di Indonesia, Guru Besar UI Dianugerahi Gelar Honorary Doctor dari SPbPU Rusia

"Karena kita kan matahari penuh tiap hari, kan? Jadi memang produk sawit di kawasan tropis ini luar biasa,” ujar Yanto.

Petani kelapa sawit.

Photo :
  • ANTARA/Rony Muharrman

Yanto menuturkan, terjadi diskriminasi terhadap sawit yang berujung pada penilaian negatif dari segelintir Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) asing terhadap tanaman sawit. Penilaian negatif dari LSM itu selalu berpandangan menyebabkan deforestasi.

“Itu lah mereka iri. Disuruh lah para LSM. Sekarang mikir deh nih, Ketika orang mau nanam tebu atau nanam aren di kawasan hutan, ada yang ribut nggak? Tidak ada," lanjutnya. 

"Begitu sawit, ada kata-kata sawit, langsung ribut kan LSM, kan? Karena mereka dibiayai oleh asing untuk menghantam kita nggak boleh maju,” jelas Yanto.

Kemudian, dia mengimbau LSM, para peneliti atau para guru besar yang lain tak selalu berpikir anti sawit. Selain itu, jangan persepsikan pihak yang peduli sawit tak sayang dengan hutan Indonesia.

“Semua bangsa ini sayang sama hutan Indonesia. Kami juga sangat sayang sama hutan, hutan geledegan kita, rimba raya kita, sangat sayang,” ujarnya.

Yanto menegaskan dirinya dukung rencana Presiden RI Prabowo Subianto yang mau perluas lahan sawit di Indonesia di kawasan hutan yang terlanjur rusak atau terdegradasi. Sebab, langkah itu positif untuk menambah produktivitas kawasan tersebut.

Bagi Yanto, perluasan lahan sawit di kawasan hutan rusak terdegradasi sendiri bukan deforestasi. Menurut dia, hal itu sebagai upaya menambah produktivitas lahan yang sudah terlanjur rusak untuk keperluan swasembada pangan dan energi terbarukan.

“Kalau kebun sawit yang ditanamkan Bapak Presiden itu, akan ditanam di kawasan hutan yang sudah rusak, maka itu bukan deforestasi," tuturnya.

Dia menilai saat ini sejumlah pihak seperti salah paham dengan rencana pemerintah tersebut. Sebab, muncul anggapa pemerintah disangkakan akan membuka hutan rimba raya untuk dijadikan kebun sawit.

“Saya yakin ada misunderstanding tentang pengertian hutan dan kawasan hutan. Semua yang tidak setuju tampaknya berpikiran bahwa Bapak Presiden atau Menteri LHK akan membuka hutan rimba raya,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya