Jadi Saksi, Ahok Diperiksa KPK Soal Kasus Korupsi LNG Hari Ini
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemanggilan kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait dengan kasus korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina Persero. Pemeriksaan dilakukan pada Kamis 9 Januari 2025.
Ahok datang ke KPK sekira pukul 11.14 WIB. Dia tampak mengenakan kemeja batik.Â
"KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dugaan TPK pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) Tahun 2011-2021," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan, Kamis 9 Januari 2025.
Sementara itu, Ahok mengaku bahwa dirinya diperiksa berkapasitas sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan LNG Pertamina.
"Buat saksi untuk perusahaan LNG Pertamina," kata Ahok di KPK.
Ahok mengatakan bahwa dirinya diperiksa sebagai komisaris. Dia menyebutkan telah bersurat ke Kementerian BUMN terkait kasus korupsi tersebut.
"Iya (sebagai komisaris), karena kan kita waktu itu yang temukan ya. Kita kirim surat Kementerian BUMN juga waktu itu," kata Ahok.
Ahok pun kini sudah memasuki ruangan pemeriksaan. Artinya, dia tengah menjalani pemeriksaan bersama penyidik KPK.
KPK juga menjadwalkan pemeriksaan sejumlah saksi dalam kasus tersebut. Ahok dijadwalkan diperiksa bareng Sulistia (Sekretaris Direktur Gas PT Pertamina tahun 2012), Chrisna Damayanto (Direktur Pengolahan Pertamina periode 12 April 2012 sampai November 2014), Edwin Irwanto Widjaja (Business Development Manager PT Pertamina (14 November 2013 sampai 13 Desember 2015), Dody Setiawan (VP Treasury PT Pertamina periode Agustus 2022), Nanang Untung (Senior Vice President (SVP) Gas PT Pertamina (Persero) tahun 2011 sampai Juni 2012) dan Huddie Dewanto (VP Financing PT Pertamina periode 2011 – 2013).
Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustawan dijatuhi hukuman atau vonis selama sembilan tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina Persero.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat juga meminta membayar denda kepada Karen sebanyak Rp500 juta. Jika Karen Agustiawan tak bisa membayarnya maka akan diganti kurungan selama tiga bulan.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," ujar hakim di ruang sidang, Senin 24 Juni 2024.
Hakim menilai perbuatan Karen Agustiawan tidak mendukung program pemerintah yang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan tindak  pidana korupsi. Hal itu menjadi salah satu hal memberatkan pada vonis 9 tahun bui.
"Perbuatan terdakwa merugikan keuangan negara," kata hakim.
Meski begitu, hakim menilai Karen Agustiawan kerap bersikap sopan dalam persidangan. Terdakwa juga tidak memperoleh hasil tindak pidana korupsi.
"Terdakwa memiliki tanggungan keluarga dan terdakwa mengabdikan diri pada Pertamina," kata hakim soal hal meringankan Karen Agustiawan.
Hakim menilai Karen Agustiawan bersalah secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif pertama melanggar Pasal Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.