Pakar Sebut Penetapan 5 Korporasi Tersangka Korupsi Timah Salah Sasaran

Abrar Saleng, panelis debat cawapres 2024
Sumber :
  • lawfaculty.unhas.ac.id

Jakarta, VIVA-Rencana Kejaksaan Agung (Kejagung) menjerat lima perusahaan (korporasi) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah dengan nilai kerugian mencapai Rp 300 triliun dianggap tidak tepat. Terlebih, Kejagung tidak memasukkan PT Timah sebagai pihak yang ditersangkakan.

Pakar Hukum Pertambangan, Abrar Saleng mengatakan jika terjadi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat kegiatan penambangan, seharusnya tanggung jawab itu harus dibebankan kepada badan usaha selaku pemegang IUP. Karena hal itu secara tegas telah diatur dalam Undang-undang Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 

"Sanksi terhadap kerusakan lingkungan  tertuang dalam Pasal 161. Pasal itu menyebutkan pemegang IUP/IUPK yang dicabut atau berakhir serta tidak melaksanakan reklamasi dan penempatan jaminan reklamasi dipidana penjara paling lama 5 tahun. Tak hanya itu pemegang IUP/IUPK itu juga didenda paling banyak Rp 100 miliar," kata Abrar kepada wartawan, Rabu, 8 Januari 2025.

Ilustrasi gambar : Hukum

Photo :
  • vstory

Sementara di ayat 2 Pasal yang sama, kata Abrar, diatur sanksi pidana yang menyebutkan eks pemegang IUP atau IUPK dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran dana dalam rangka pelaksanaan kewajiban Reklamasi yang menjadi kewajibannya.

“Semua kegiatan pertambangan yang masih aktif, kerusakan lingkungannya dibebankan kepada badan usaha. Karena nanti saat dikembalikan kepada negara perlu dilakukan pemulihan lingkungan pasca tambang. Bahkan semua data-data yang diperoleh dalam pertambangan itu dikembalikan kepada negara. Itu sudah diatur dalam UU Minerba,” kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ini. 

“Jadi jangan bayangkan kalau berakhir itu langsung pergi. Gak ada. Bahkan badan hukumnya bisa dihukum sesuai Pasal 161 ayat 2. Di perkara ini kalau berakhir (IUP/IUPK), yang dibebankan (pemidanaan) PT Timah," tambahnya.

Adapun soal tudingan jaminan reklamasi (Jamrek) dianggap lebih kecil dari total kerugian negara, Abrar menyatakan selama izin (pertambangan) masih berlangsung, masih aktif atau belum berakhir, tidak bisa dinilai kerusakan lingkungannya. Pasalnya, nanti reklamasi pasca tambang.  Pemulihan lingkungan akan dilakukan pemilik IUP. 

"Yang pasti, PT Timah tidak akan menambang kalau biaya pemulihan lingkungannya lebih besar dibanding hasil yang diperoleh,” ujarnya.

Prabowo Bandingkan Vonis Ringan Harvey Moeis dengan Maling Ayam: Ini Bisa Menyakiti Rasa Keadilan

Abrar juga menekankan untuk menilai dana Jamrek tersebut ada hitung-hitungannya dari Kementerian ESDM. "Jaksa tak punya kompetensi dan kewenangan untuk itu. Yang bisa menilai itu hanya Kementerian ESDM, kementerian teknis.  UU Minerba menyebut bahwa izin pertambangan itu dikeluarkan oleh Kementerian ESDM, tapi faktanya izin-izin itu dikeluarkan oleh Kementerian Investasi/BKPM hingga terjadi kekisruhan," kata dia.

Senada itu, Pakar Hukum dari Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting mengungkap Kejaksaan Agung salah sasaran menjadikan lima perusahaan sebagai terangka korporasi alih-alih membidik PT Timah. 

Koleksi Mobil Hakim yang Menjatuhkan Hukuman Harvey Moeis 6,5 Tahun Penjara

“Jadi, kalau terkait korporasi, tentu ada kebijakan korporasi yang melanggar aturan. Mungkin terkait dengan izin, pengelolaan, atau IUP. Sementara IUP-nya, ini kan IUP-nya PT Timah. Jadi, korporasi yang pantas untuk ditarik sebagai pelaku tindak pidana harusnya PT Timah,” ujarnya. 

Dia menegaskan, korporasi dijadikan sebagai pelaku tindak pidana korupsi umumnya dikarenakan tiga faktor. Pertama, korporasi itu mendapatkan keuntungan dari perbuatan yang dilakukan tersebut. Kedua, korporasi tidak melakukan upaya pencegahan akibat dampak yang lebih luas. Dan ketiga, tidak ada upaya untuk mencegah terjadinya perbuatan itu. 

Alasan Jaksa Banding Vonis 6,5 Tahun Bui Harvey Moeis: Terlalu Rendah!

“Sekarang dengan perusahaan yang ada ini, tentu perusahaan ini dilihat terlebih dahulu. Kan mereka ini perusahaan yang memang secara kontraktual melaksanakan perintah dari PT Timah. Jadi perjanjiannya adalah perjanjian untuk melakukan pekerjaan yang dikuasakan kepada mereka,” kata Jamin. 

"Jadi pertanggungjawaban yang dilakukan harusnya tidak dapat diberikan kepada 5 perusahaan ini, karena mereka cuma melaksanakan. IUP nya milik PT Timah. Terus hasil dari pengelolaannya diserahkan ke PT Timah, dan PT Timah juga yang menjual. Jadi di mana pertanggung jawaban dari orang yang memberikan kuasa untuk melakukan pekerjaan. Itulah harusnya PT Timah yang dapat dimintakan pertanggungjawaban. Itu yang pertama,” kata Jamin menambahkan. 

Alasan lain Kejagung dianggap salah alamat dalam penersangkaan korporasi di perkara ini lantaran perusahaan-perusahaan tersebut memang memiliki legalitas, berpengalaman dan dimiliki oleh swasta murni. 

“Bukan ada orang-orang tertentu yang sengaja menggunakan hanya untuk sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan. Perusahaan ini juga tidak pernah melakukan suap, ataupun memberikan uprti atau setoran kepada para penyelenggara negara. Jadi dengan hal-hal seperti ini harusnya dilihat. Itu yang harus dilihat,” kata Jamin.

Ilustrasi Gambar Hukum

Photo :
  • vstory

Jamin melanjutkan, perkara tersebut seharusnya murni terkait lingkungan hidup bukan kasus korupsi. Perusahaan-perusahaan yang ditersangkakan oleh Kejagung itu dinilainya hanya menjalankan perintah dan melaksanakan tugas kerja dari PT Timah dan mengakibatkan lingkungannya rusak. 

“Mereka tahunya itu wilayah PT Timah dan pekerja penambang itu adalah karyawan ataupun bagian dari perusahaan PT Timah. Jadi, mereka hanya tugas untuk menampung dan juga melakukan smelter. Kalau mengenai transaksional, mengenai harganya, kemahalan dibandingkan dengan yang lain, saya kira itu nggak bisa menjadi dasar kerugian negara. Itu kan kontraktual, kesepakatan. Dan yang dibandingkan juga kan beda-beda, enggak apple to apple,” kata Jamin. 

“Karena hasil tambang Timah untuk dikelola itu nilainya, kadar timahnya juga beda-beda, jadi biayanya juga beda-beda,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya