Kaji Putusan MK, Menteri Hukum Bilang Pemerintah Siap Bahas Perubahan UU Pemilu
- BPMI Setpres
Jakarta, VIVA – Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, mengatakan bahwa pemerintah menghormati putusan dari Mahkamah Konstitusi, yang menghapus Presidential Threshold atau ambang batas pengajuan capres-cawapres, dimana sebelumnya disyaratkan bagi partai politik harus meraih suara 20 persen.
Dia menilai bahwa pemerintah tak bisa melakukan upaya hukum lainnya karena putusan MK sudah bersifat final. Namun, Kementerian Hukum RI sudah meminta kepada Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Dirjen PP) untuk mengkaji putusan MK.
"Karena walaupun inisiatif untuk membuat perubahan undang-undang tentang pemilu dan pilkada itu saat ini diinisiasi oleh DPR, namun demikian pemerintah harus siap-siap juga. Karena itu nanti Kemendagri juga pasti melakukan persiapan," ujar Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, kepada wartawan di kantornya, Selasa 7 Januari 2025.
MK, kata Supratman, memutuskan menghapus presidential threshold itu bukan serta merta partai politik bisa mencalonkan satu calon dalam pemilu. Melainkan, ada tujuan agar DPR dan Presiden melakukan rekayasa konstitusional untuk lima tahun kedepan.
"Karena itu MK memberi ruang kepada pembentuk undang-undang, yakni DPR bersama dengan pemerintah, Presiden maksud saya, untuk melakukan rekayasa konstitusional dengan mempedomani lima hal," kata politikus Gerindra.
"Yang satu tidak boleh rekayasa konstitusional itu disahkan kepada perolehan suara ataupun kursi. Kan itu intinya tuh. Nah karena itu pasti ini akan dipenuhi," sambungnya.
Dia menjelaskan bahwa semua partai politik belum tentu bisa mengajukan satu calon di pemilu. Hal itu bakal dibahas dalam revisi undang-undang terkait pemilu dan pilkada nanti.
"Ini lagi diminta, saya lagi minta diri Dirjen PP (rekayasa konstitusional), baru kemarin saya perintahkan untuk segera kaji, kemudian itu kita akan bicarakan bersama dengan DPR," tukasnya.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK), memutuskan menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Hal tersebut disampaikan Ketua MK, Suhartoyo dalam pembacaan putusan MK atas perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 2 Januari 2024.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Suhartoyo.
MK juga menyatakan norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," katanya.