Ketua MPR Soal MK Hapus PT 20 Persen: Ini Keputusan Mengagetkan di 2025

Ketua MPR RI Ahmad Muzani
Sumber :
  • Tangkapan layar Youtube Sekretariat Presiden

Jakarta, VIVA – Ketua MPR RI, Ahmad Muzani angkat bicara soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20 persen.

Profesor Politik Usul Kapabilitas Bisa Jadi Syarat Maju Pilpres setelah Presidential Threshold Dihapus

Menurutnya, itu merupakan keputusan yang mengagetkan di awal tahun 2025. "Ya ini adalah keputusan di awal tahun 2025 yang saya kira mengagetkan. Mengagetkan karena keputusan ini sudah diajukan oleh berbagai macam elemen masyarakat, dari organisasi, lembaga, bahkan partai politik, sampai dengan perorangan tidak pernah gol," kata Muzani kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 6 Januari 2025. 

Muzani menyebutkan, ada lebih dari 30 gugatan terkait persoalan yang sama dengan berbagai argumentasi namun belum pernah dikabulkan MK. "Mahkamah yang sama, hakim yang sama, tidak pernah mengabulkan atas gugatan tersebut," tuturnya. 

MK Putuskan Spa Sebagai Jasa Pelayanan Kesehatan Tradisional, Bukan Hiburan!

Ilustrasi logo Mahkamah Konstitusi.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Baru pada kali ini Mahkamah Konstitusi, lembaga yang dulu oleh puluhan kali diajukan gugatan, hakim yang sama kemudian mengabulkan atas gugatan tersebut," sambung Muzani.

KPU Pastikan Tunduk Putusan MK yang Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden

Meski terkesan mengejutkan, Muzani berharap, putusan MK yang menghapus PT 20 persen itu bisa menjadi harapan baru bagi demokrasi di Indonesia. "Terus terang, di sisi lain ini adalah sebuah kejutan, di sisi lain ini adalah sebuah harapan terhadap demokrasi," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK), memutuskan menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Hal tersebut disampaikan Ketua MK, Suhartoyo dalam pembacaan putusan MK atas perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 2 Januari 2024. "Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Suhartoyo.

MK juga menyatakan norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya