Protes Aktivitas Tambang yang Merusak Lingkungan, Tujuh Warga Malah Diperiksa Polda Banten
- VIVA.co.id/Yandi Deslatama (Serang)
Banten, VIVA – Tujuh warga Desa Mekarsari, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, menjalani pemeriksaan di Polda Banten terkait aksi protes terhadap aktivitas tambang tanah yang dinilai merusak lingkungan. Pemeriksaan dilakukan secara bertahap, dimulai Jumat, 3 Januari 2025, dengan menghadirkan Tarmidi dan Muntadir, sementara lima warga lainnya dijadwalkan pekan depan.
Para warga dilaporkan oleh pengusaha tambang dengan tuduhan merusak fasilitas tambang dan melakukan penghasutan.
“Menurut pemilik tambang, ada pengrusakan dan penghasutan dalam aksi demonstrasi warga yang dianggap ilegal karena tidak memiliki izin dari kepolisian,” ujar Bahtiar Rifai, pendamping warga dari LBH Muhammadiyah Banten, Jumat (3/1/2025).
Bahtiar menegaskan bahwa aksi warga dilakukan secara spontan akibat ketidakpuasan terhadap dampak aktivitas tambang. Warga merasa terganggu oleh debu, jalan rusak, dan ceceran tanah yang menyebabkan banyak orang terpeleset saat hujan.
“Kami pastikan tidak ada penghasutan. Warga sudah gerah dengan dampak buruk tambang. Mereka hanya ingin menyampaikan aspirasi,” jelas Bahtiar.
Pada aksi protes tanggal 17 Desember 2024, warga melempari truk tambang dengan lumpur serta membakar ban bekas dan terpal di sekitar lokasi tambang sebagai bentuk kekesalan.
Warga mengaku telah melaporkan aktivitas tambang yang diduga ilegal ke Polres Lebak pada 3 Desember 2024. Namun hingga kini, belum ada tindakan dari pihak kepolisian. Sebaliknya, laporan pengusaha tambang terkait aksi demonstrasi warga justru cepat ditangani oleh aparat.
“Kami sudah melaporkan tambang itu ke Polres, tapi tidak ada tindak lanjut. Ketika pengusaha melaporkan aksi warga, responsnya jauh lebih cepat. Ini sangat aneh. Kami berharap Polres Lebak dan Polda Banten bersikap profesional,” kata Bahtiar.
Tarmidi, Ketua RT setempat, menjelaskan bahwa aktivitas tambang telah menyebabkan berbagai permasalahan sejak dimulai pada 2018. Ketika musim kemarau, debu dari truk tambang mencemari lingkungan. Saat musim hujan, ceceran tanah berubah menjadi lumpur yang membahayakan pengguna jalan.
“Jalan rusak parah. Banyak anak sekolah yang jatuh karena licin. Kami hanya meminta jalan diperbaiki, tapi pengusaha tambang tidak menunjukkan itikad baik,” ungkap Tarmidi usai pemeriksaan di Polda Banten.
Warga juga mengaku menghadapi intimidasi dari preman yang diduga dibayar oleh pengusaha tambang. Ketakutan akibat ancaman tersebut membuat situasi semakin memanas.
“Preman-preman itu malah diberi uang, sementara kami hanya mendapat tekanan. Banyak warga yang takut karena intimidasi satu kampung,” tambah Tarmidi.