Resmi Dihapus, Mahfud: Adanya Threshold Rampas Hak Rakyat dan Parpol
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
Jakarta, VIVA – Pakar hukum tata negara, Mahfud MD menilai seluruh masyarakat harus patuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Ia pun mengungkap dua alasan mengapa masyarakat harus menerima putusan MK tersebut.
"Putusan MK terbaru bernomor 62/PUU-XXII/ 2024 yang mengubah pandangan lamanya dan menghapus ketentuan threshold ini harus diterima dan ditaati karena dua alasan," ujar Mahfud dikutip dari media sosial instagram resminya, Jumat, 3 Januari 2025.
Alasan pertama, kata dia, yaitu karena adanya dalil bahwa putusan hakim yang sudah inkracht dapat mengakhiri konflik dan wajib dilaksanakan.
"Kedua, karena adanya threshold selama ini sering digunakan untuk merampas hak rakyat maupun parpol untuk dipilih maupun memilih," ujar dia.Â
Mahfud menilai putusan MK dapat membangun keseimbangan baru dalam ketatanegaraan Indonesia. Selain itu, putusan MK itu menjadi kekuatan hukum baru atau landmark decision yang harus dipatuhi.
"Oleh sebab itu, vonis MK ini merupakan vonis yang bisa menjadi landmark decision baru. Ini bagus karena MK telah melakukan judicial activism untuk membangun keseimbangan baru dalam ketatanegaraan kita," ujar dia.
Mantan Menko Polhukam itu mengaku belasan kali permohonan terkait presidential treshold selalu ditolak oleh MK karena beralasan open legal policy.
Namun, Mahfud sangat mengapresiasi langkah MK yang berani memutuskan untuk menghapus ambang batas pencalonan presiden. Ia mengaku MK mendengarkan aspirasi rakyat.
"Dulu permohonan penghapusan threshold ini telah banyak dilakukan oleh masyarakat, antara lain, oleh Effendi Gazali, Rizal Ramli, Denny Indrayana. Tetapi sampai belasan kali permohonan tentang threshold ini, selalu ditolak oleh MK dengan alasan open legal policy," ujar Mahfud.
"Sekarang setelah banyak hak konstitusional yang terampas oleh threshold, maka MK baru membuat pandangan baru yang mengikat dan harus dilaksanakan. Saya salut kepada MK yang berani melakukan judicial activism yang sesuai dengan aspirasi rakyat," imbuhnya.
Sebelumnya diberitakan, Mahkamah Konstitusi (MK), memutuskan menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Hal tersebut disampaikan Ketua MK, Suhartoyo dalam pembacaan putusan MK atas perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis, 2 Januari 2024.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Suhartoyo.
MK juga menyatakan norma Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya," katanya.