Deretan Putusan MK yang Viral, Ambang Batas Usia Kepala Daerah hingga UU Ciptaker
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA -Â Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pleno khusus di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Kamis, 2 Januari 2025. Adapun, sidang pleno tersebut digelar untuk memaparkan hasil pencapaian MK selama tahun 2024.Â
Ketua MK, Suhartoyo menjelaskan bahwa ada beberapa pasal yang diajukan kepada MK lalu menjadi viral atau menyita perhatian publik, di antaranya pengujian UU Pilkada. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah turun menjadi 6,5 persen sampai 10 persen.
"Dalam mengadili perkara pengujian UU, terdapat beberapa putusan yang menyita perhatian publik, dan mempengaruhi sistem ketatanegaraan, sistem pemilu serta prinsip demokrasi dan hak konstitusional warga negara, di antaranya dalam pengujian UU Pilkada, MK menyatakan ambang batas pencalonan kepala daerah turun menjadi 6,5 persen sampai 10 persen (Putusan Nomor 60/PUU-XXI/2024)," ujar Suhartoyo.
Kemudian, ada putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023 terkait Pengujian UU Pemilu. Di mana, kata Suhartoyo, MK memutus bahwa ambang batas parlemen konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada tahun 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma serta besaran angka atau persentasenya dengan berpedoman pada persyaratan dalam Putusan MK.
"Selanjutnya dalam pengujian KUHP, pasal penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran dinyatakan inkonstitusional (Putusan Nomor 78/PUU-XXI/2023) dan dalam PUU Terorisme, MK memutus pemenuhan kompensasi korban terorisme paling lama 10 tahun (Putusan Nomor 103/PUU-XXI/2023)," ujar Suhartoyo.
Selanjutnya, putusan UU Cipta Kerja (Ciptaker) juga turut menyita perhatian publik. MK menyatakan klaster ketenagakerjaan harus dipisahkan dari UU Cipta Kerja (Putusan Putusan Nomor 168/PUU-XXI/2023), serta memutuskan bahwa sistem unbundling dalam usaha penyediaan listrik tetap inkonstitusional (Putusan Nomor 39/PUU-XXI/2023).
"PUU hak cipta (Putusan Nomor 84/PUU-XXI/2023), MK menyatakan bahwa platform pelayanan digital dilarang membiarkan penjualan, penayangan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta," kata Suhartoyo.
Selanjutnya, kata Suhartoyo, dalam PUU KPK (Putusan Nomor 87/PUU-XXI/2023). MK menyatakan bahwa KPK berwenang menangani perkara korupsi koneksitas sepanjang dimulai oleh KPK. Kemudian, dalam PUU Pilkada (Putusan Nomor 126/PUU-XXI/2024). MK menyatakan desain surat suara pilkada calon tunggal mencantumkan pilihan setuju dan tidak setuju.