DPR Bakal Panggil Sejumlah BUMN karena Sering Konflik Tanah sama Rakyat

Ketua Komisi II DPR RI M. Rifqinizamy Karsayuda
Sumber :
  • Dok DPR

Jakarta, VIVA – Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mengatakan pihaknya bakal minta izin ke pimpinan dewan untuk memanggil beberapa BUMN, guna menuntaskan konflik tanah. Sebab kerap kali konflik terjadi antara dana usaha negara tersebut dengan masyarakat.

BCA Syariah Catat Pertumbuhan Aset 14,6 Persen, Laba Bersih Tembus Rp 164,9 Miliar

Menurut politikus Nasdem itu, konflik-konflik agraria antara rakyat dengan pihak swasta cenderung dapat diselesaikan. Tetapi konflik agraria antara masyarakat dengan negara melalui BUMN, cukup sulit diselesaikan.

"Malu juga kita, negara mau menegakkan hukum sementara bagian dari negara sendiri nggak taat hukum," kata Rifqinizamy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 30 Desember 2024. 

Komisi II DPR Dorong Land Amnesty, Apa Itu?

Rifqi menjelaskan, BUMN yang disinyalir kerap memiliki konflik agraria di antaranya BUMN yang bergerak di bidang perkebunan, kehutanan, atau BUMN lainnya yang memiliki banyak aset tanah.

Ditekankan, konflik-konflik yang biasa terjadi yaitu ketika sebuah BUMN membuat bangunan yang diklaim di atas tanah milik masyarakat karena proses kepemilikan yang belum tuntas.

RUU ASN Bikin Pegawai Pemda Bisa Dirotasi Pindah Daerah seperti Polisi, TNI dan Jaksa

Selain dengan BUMN, kata dia, hal serupa juga acap kali dialami kementerian atau lembaga pemerintah. Biasanya, ungkap Rifqi, ada tanah masyarakat yang terhitung sebagai tanah kementerian atau lembaga lantaran proses pengukuran yang tidak teliti.

"Pada saat pendaftaran aset ke Kementerian Keuangan, tanah milik perorangan atau swasta ini diklaim milik kementerian, padahal nggak ada bukti, baik sertifikat atau lain-lain. Dan, Kementerian Keuangan tanpa cross check memasukkan itu ke daftar aset negara," urainya. 

Lebih jauh, menurutnya, masalah agraria antara BUMN atau Pemerintah dengan rakyat itu menjadi persoalan ketika masyarakat hendak menjual tanah tersebut. Pembeli, kata dia, menjadi enggan membeli karena ketidakjelasan status tanah tersebut.

"Nah hal-hal begini saya kira terkait dengan administrasi negara, administrasi pertanahan kita yang harus kita benahi ke depan," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya