Soal Denda Damai untuk Koruptor, Menkum Supratman Sebut Pemerintah Tak Serta-Merta Beri Amnesti

Menteri Hukum RI Supratman Andi Agtas di kantornya
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zendy Pradana

Jakarta, VIVA – Kementerian Hukum RI menjelaskan tentang pemberian amnesti, grasi hingga abolisi dari pemerintah terkait dengan pernyataan adanya denda damai untuk pelaku tindak pidana korupsi (Tipikor).

Soal Ekstradisi Paulus Tannos dari Singapura, Menteri Supratman: Bisa Sehari atau Dua Hari

Menteri Hukum RI Supratman Andi Agtas mengatakan, sejatinya pemerintah Indonesia tidak ada maksud untuk serta merta membebaskan pelaku tindak pidana, termasuk koruptor.

“Yang harus dimengerti oleh kita semua adalah pemerintah tidak bermaksud menggunakan amnesti, grasi, abolisi, untuk sekadar membebaskan para pelaku tindak pidana. Sama sekali tidak,” ujar Supratman di kantornya kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 27 Desember 2024.

Trump Ampuni Ribuan Perusuh di Gedung Capitol AS, Nenek Ini Menolak: Kami Salah Hari Itu

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di Kompleks Istana Kepresidenan

Photo :
  • Antara

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas di Kompleks Istana Kepresidenan

Photo :
Viral! Interogasi Maling Motor dengan Ular Cobra, Warganet Usul Koruptor Diperlakukan Sama
Supratman menyebutkan, sistem hukum di Indonesia memang bisa memberikan pengampunan untuk pelaku tindak pidana. Namun, pastinya pemerintah tak semena-mena memberikan pengampunan tersebut.

Kemudian, tertuang dalam pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945, Presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Misalkan yakni dalam Pasal 53k Undang-undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan, Jaksa Agung memiliki kewenangan untuk dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi.   

“Sebagai perbandingan, kami memberikan contoh bahwa memang Undang-undang yang ada di Indonesia mengatur pemberian pengampunan. Tapi sekali lagi, tidak serta merta dilakukan untuk membebaskan pelaku tindak pidana, apalagi koruptor,” ujarnya.

Terkait dengan hal yang sedang ramai saat ini, pemerintah pernah menggunakan mekanisme pengampunan atas tindak pidana yang berkaitan dengan perekonomian atau keuangan negara, yaitu dalam bentuk tax amnesty atau pengampunan pajak yang telah dilakukan sebanyak dua kali.

Supratman mengatakan, saat ini pemerintah tengah menyiapkan aturan tentang mekanisme pengampunan kepada pelaku tindak pidana. Kabinet kerja masih menunggu arahan selanjutnya dari Presiden Prabowo.

“Kita butuh regulasi terkait amnesti, grasi, dan abolisi untuk mengatur mekanisme pemberian pengampunan. Kita masih menunggu arahan Bapak Presiden,” katanya.

Supratman juga menjelaskan bahwa Presiden dalam menjalankan kewenangan yang diatur konstitusi tentu tidak melanggar pasal 55 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Sebab, Presiden pasti memberikan amnesti, grasi, abolisi, atau metode pengampunan apa pun akan mengikuti aturan teknis yang berlaku. 

Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyebutkan bahwa selain pengampunan dari Presiden, pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, bisa juga diberikan melalui denda damai.

Dia menjelaskan kewenangan denda damai dimiliki oleh Kejagung lantaran Undang-Undang tentang Kejaksaan yang baru memungkinkan hal tersebut.

“Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan memberi pengampunan kepada koruptor karena UU Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu,” kata Supratman.

Supratman mengatakan, implementasi denda damai masih menunggu peraturan turunan dari UU tentang Kejaksaan. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah sepakat bahwa peraturan turunannya dalam bentuk Peraturan Jaksa Agung.

Kendati demikian, ia menegaskan bahwa sekalipun peraturan perundang-undangan memungkinkan pengampunan kepada koruptor, namun Presiden Prabowo Subianto bersikap sangat selektif dan berupaya memberikan hukuman yang maksimal kepada para penyebab kerugian negara tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya