Uskup Agung Jakarta soal PPN 12%: Kalau Pemerintah Sudah Memutuskan, Ikut di Dalam Arus Itu
- Istimewa
Jakarta, VIVA - Uskup Agung Jakarta, Mgr Ignatius Kardinal Suharyo minta masyarakat mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan pemerintah. Hal itu termasuk rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025.
Uskup Suharyo menyampaikan itu usai merayakan misa Natal di Gereja Katedral Jakarta, Rabu, 25 Desember 2024.
"Mengenai PPN pasti nanti yang mempunyai keahlian di bidang itu tidak akan berhenti berdiskusi. Hanya tentu kalau pemerintah sudah memutuskan, tidak bisa lain kan, kecuali ikut di dalam arus itu dengan kritis," ujar Uskup Suharyo.
Dia juga menambahkan pemerintah mesti bijaksana dalam kelola pajak PPN 12 persen agar masyarakat dapat merasakan manfaatnya.
"Saya pikir, pimpinan-pimpinan pemerintahan juga sudah sungguh-sungguh memikirkan bahaya-bahaya seperti itu. Harapan baru akan kesejahteraan warga dan kedamaian harus diperhatikan,” ujar dia.
Pun, Suharyo mengatakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka memiliki tantangan berat, khususnya di bidang perekonomian.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) selama 5 bulan berturut-turut sejak Mei hingga September 2024, masyarakat mengalami penurunan daya beli karena lonjakan harga kebutuhan pokok.
Suharyo mengajak publik untuk terus kritis dan aktif dalam mengawal kebijakan pemerintah khususnya perekonomian.
“Artinya, kritis terhadap masalah-masalah yang mungkin timbul karena keputusan itu dan kita belum tahu apa yang akan timbul dari masalah itu,” kata dia.
Dia juga menyoroti salah satu tekanan ekonomi yang dialami beberapa industri di Indonesia. Contohnya, yaitu industri tekstil yang mengalami pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya.
Lebih lanjut, dia menambahkan saat orang terganggu soal lapangan pekerjaannya, kriminalitas akan meningkat sehingga kehidupan dan relasi sosial terdampak.
“Itulah pasti salah satu akibat tapi misalnya kelas menengah yang semakin sedikit jumlahnya, kemampuan belanja semakin menurun, dan sebagainya.