Polsek Saling Lempar Laporan Karyawan yang Dianiaya Anak Bos Toko Roti, Pengamat: Minim Profesionalisme

Korban Penganiayaan Anak Bos Toko Roti sebut Laporan Berkali-kali Ditolak Polisi
Sumber :
  • TVR Parlemen dan IST

Jakarta​, VIVA – Peristiwa penganiayaan terhadap Dwi Ayu Dharmawati, seorang karyawan toko roti di Jakarta Timur, memunculkan sorotan tajam terhadap pelayanan kepolisian. 

Polisi Tangkap 2 Maling Motor yang Seret Korbannya di Cilincing, Pelaku Positif Narkoba

Korban yang melaporkan kasus tersebut mengalami kendala berulang kali saat mengajukan laporan. Pengamat kepolisian, Bambang Rukminto, menyebut hal ini sebagai bukti minimnya profesionalisme kepolisian dalam melayani masyarakat.

Kasus penganiayaan ini bermula pada 17 Oktober 2024, ketika Dwi menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh anak pemilik toko tempat ia bekerja. 

Dwi Ayu Tuding Linda Pantjawati Kirim Pengacara Palsu, Begini Respons Sang Bos Toko Roti!

Usai kejadian, Dwi langsung mendatangi Polsek Rawamangun untuk melaporkan insiden tersebut.  Namun, laporan ditolak. Tidak menyerah, ia kemudian mencoba melapor ke Polsek Cakung. 

Lagi-lagi, laporannya tidak diterima dengan alasan tidak adanya polisi wanita (Polwan). Dwi akhirnya diarahkan ke Polres Metro Jakarta Timur di Jatinegara.

Linda Pantjawati Bos Toko Roti Beberkan Alasan Penahanan Gaji Dwi Ayu Selama 3 Bulan

“Habis kejadian itu langsung melapor ke Polsek Rawamangun, tapi di situ emang nggak bisa menangani,” ungkap Dwi saat menyampaikan kesaksiannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR RI yang disiarkan oleh TVR Parlemen. 

Korban penganiayaan anak bos toko roti di Komisi III DPR RI

Photo :
  • VIVA.co.id/Edwin Firdaus

Kasus ini baru mendapatkan perhatian publik setelah menjadi viral di media sosial. Pengamat kepolisian Bambang Rukminto mengkritik keras pelayanan yang diterima korban. Ia menegaskan bahwa masyarakat seharusnya bisa melapor di kantor polisi mana saja tanpa terhambat alasan teknis seperti ketiadaan Polwan.

“Kalau dilempar dari Polsek Pulogadung ke Polsek Cakung dengan alasan tidak ada Polwan, lalu dilempar lagi ke Polres Jakarta Timur, ini hanya dalih minimnya profesionalisme pelayanan kepolisian. Dalih locus delicti atau skala prioritas hanya menjadi alasan untuk membenarkan ketidakprofesionalan,” kata Bambang dikutip tvOne, Jumat 20 Desember 2024.

Menurutnya, lambannya respons kepolisian dalam kasus ini juga mengonfirmasi asumsi masyarakat bahwa pelayanan kepolisian belum sepenuhnya berpihak kepada masyarakat. 

Ia menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh, termasuk perubahan mindset di tubuh kepolisian agar lebih empati dan bertanggung jawab terhadap laporan masyarakat.

“Memang harus ada upaya untuk membenahi dan melakukan evaluasi di semua aspek terkait pelayanan kepolisian pada masyarakat. Karena saya melihat ada mindset yang salah di kepolisian,” tegasnya.

“Mereka melihat masyarakat ini berjarak dengan mereka. Seharusnya, kalau mereka memiliki empati, tentu responsibilitasnya lebih tinggi, responnya lebih cepat, dan ada upaya pertanggungjawaban terkait proses penyelidikan maupun penyidikan,” sambung Bambang.

Sementara itu Komisioner Kompolnas Yusuf Warsyim mengakui adanya persoalan kultur dalam pelayanan kepolisian. Ia menilai, masyarakat sering kali tidak tahu harus melapor ke kantor polisi mana, sehingga wajar jika mereka mendatangi kantor polisi terdekat.

“Di mana pun masyarakat mengadu, harus dilayani. Laporan diterima dulu, baru kemudian diurus apakah itu terkait locus delicti atau memerlukan PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak),” tegas Yusuf di kesempatan yang sama.

Ia juga menyebut perlunya penguatan sistem pelayanan berbasis teknologi agar laporan masyarakat bisa diproses lebih cepat dan efisien.

Meski menerima kritik dari berbagai pihak, aparat kepolisian membantah tuduhan lalai dalam menangani kasus ini. Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur, AKBP Armunanto, menegaskan bahwa penanganan sudah dilakukan sejak laporan pertama kali masuk. 

“Kami sudah memproses sejak korban melapor dengan mengantar korban visum dan meminta keterangan saksi-saksi,” ujar Armunanto dikutip tvOne.

Armunanto menambahkan, proses penyelidikan hingga penyidikan berjalan lancar tanpa hambatan. Pelaku, George Sugama Halim, akhirnya ditangkap pada 16 Desember 2024 di sebuah hotel di Sukabumi, Jawa Barat. 

“Status kami tingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan setelah unsur pidana terpenuhi. Jadi bukan baru diproses sekarang,” tekan Armunanto.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya