Kompolnas dan IPW Sepakat, Tindak Tegas Dugaan Kekerasan Bersenjata Anggota DPR di Pekalongan

Ilustrasi video kekerasan.
Sumber :
  • www.pixabay.com/TheDigitalArtist

VIVA –  Kasus kekerasan dan penyalahgunaan penggunaan senjata api (senpi) oleh warga sipil maupun anggota kepolisian belakangan semakin marak. 

Chandrika Chika Diduga Lakukan Penganiayaan, Korban Sudah Jalani Visum

Beberapa insiden penggunaan senpi di Jawa Tengah juga menjadi buah bibir belakangan ini.

Terakhir, kasus dugaan penyalahgunaan senpi di Pekalongan yang diduga dilakukan anggota DPR asal Partai Golkar, Ashraff Abu dalam pengungkapan politik uang dengan korban seorang penjual martabak yang diculik dan diintimidasi menggunakan senpi pada November lalu yang telah dilaporkan ke Polres Pekalongan dan masih dalam proses investigasi.

Kronologi Chandrika Chika Diduga Lakukan Tindak Kekerasan, Gegara Laki-laki?

Kasus dugaan penculikan dan penganiayaan ini pun sempat ramai menjadi perbincangan di media sosial, terutama di Jawa Tengah. 

Berdasarkan surat tanda terima pengaduan yang beredar di media sosial dengan nomor STP/303/XI/2024/SPKT, diceritakan bahwa korban dipukul dengan gagang pistol, kepalanya diinjak, bahkan diancam akan ditembak oleh sosok bernama Habib Hasan. Dalam surat itu dan dilaporkan juga Ashraff Abu atau yang juga dikenal dengan nama Ashraff Khan yang mengancam akan memukul dan membunuh korban.

Perubahan Iklim Melemahkan Ekonomi dan Keamanan Perempuan, Menurut Komnas

Fenomena ini pun mendapat perhatian serius dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Indonesia Police Watch (IPW). Kedua lembaga ini menyerukan penegakan hukum dan evaluasi menyeluruh terhadap regulasi penggunaan senpi.

Untuk diketahui, di Jawa Tengah, ada empat kasus penyalahgunaan senpi yang terjadi baru-baru ini. Dmana tiga kasus melibatkan warga sipil, sementara satu kasus melibatkan anggota kepolisian. Kasus-kasus itu adalah:

1. Insiden penggunaan airsoft gun untuk mengancam seorang guru di Jepara.

2. Penggunaan senpi oleh seorang pengusaha di Demak.

3. Penggunaan senpi dalam pengungkapan politik uang di Pilkada Pekalongan dengan korban seorang penjual martabak yang kini masih dalam investigasi Polres Pekalongan.

4. Penggunaan senpi oleh seorang anggota polisi kepada pelajar SMA yang kini berujung pada pemecatan dan proses hukum pidana.

Dikatakan Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, benang merah dari kasus-kasus ini adalah penggunaan senpi yang melibatkan kondisi psikologis, di mana pelaku merasa memiliki kekuasaan atas orang lain.

"IPW mengusulkan agar izin senpi bagi warga sipil dihentikan. Warga sipil tidak perlu memegang senpi untuk bela diri karena sudah ada aparat kepolisian yang bertugas menjaga keamanan. Jika terdapat pelanggaran, tindakan tegas harus diambil, termasuk pencabutan izin dan proses hukum," tegas Sugeng  di Jakarta, Rabu (18/12).

Proses hukum ini terkait dengan pelanggaran terhadap Undang-Undang Darurat terkait penggunaan senpi ilegal yang dapat dikenakan ancaman pidana hingga 12 tahun penjara.

Sedangkan Sekretaris Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Arief Wicaksono Sudiutomo menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap regulasi penggunaan senjata api. 

"Langkah ini harus menjadi prioritas untuk mencegah penyalahgunaan senpi oleh personel Polri maupun warga sipil di masa depan," ujar Arief di Jakarta, Rabu (18/12).

Rentetan kasus penyalahgunaan penggunaan senpi ini dipandang Kompolnas akibat lemahnya pengawasan terhadap penggunaan senpi.

Kompolnas pun, lanjut Arief mendesak Polri segera melakukan evaluasi terhadap aturan pengawasan, pelatihan serta prosedur penggunaan senpi. 

"Ijin senpi untuk personel di luar TNI/Polri sebaiknya diperketat sesuai peraturan yang berlaku dan sesuai peruntukannya," imbuhnya.

Kasus-kasus ini lanjut Arief juga mencerminkan kebutuhan mendesak akan pengawasan lebih ketat terhadap kepemilikan dan penggunaan senpi.
 
"Regulasi harus ditegakkan dengan tegas.Jika terbukti ada penggunaan senpi ilegal harus ditindaklanjuti ke ranah pidana. Penggunaan senpi tidak boleh menjadi alat untuk menyelesaikan masalah secara kekerasan," tegas Arief.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya