Secangkir Kopi Merawat Hutan dan Mata Air di Manggarai Timur

Kegiatan menanam pohon endemik di kawasan hutan TWA Rana Poja Manggarai Timur.
Sumber :
  • Jo Kenaru

Manggarai Timur, VIVA - Masyarakat di Kecamatan Lamba Leda Timur Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak tahun 2023 mengalami krisis air minum menyusul makin kecilnya debit di sumber air Rana Poja.

Resep Kopi Ala Cafe untuk Penikmat Kopi Modern dari Barista Ternama 

Rana Poja konon merupakan danau dangkal di tengah hutan. Tapi danau tersebut kemudian tertimbun material longsor dari atas bukit yang terjadi Juni tahun 1976.

Akibatnya ukuran Rana Poja mengecil tapi menjadi sumur air raksasa yang memberi kehidupan bagi ribuan masyarakat yang bermukim di Utara Rana Poja.

5 Menu Sarapan Terburuk Menurut Ahli Gizi, Miris! Kebanyakan Dianggap Sehat

Kemarau berkepanjangan atau El Nino tampaknya bukan satu-satunya alasan terkait ancaman kekeringan di Danau Rana Poja. 

Kerusakan hutan di area tangkapan air diyakini menjadi satu hal yang mendekati kebenaran penyebab fenomena hilangnya debit air di Rana Poja termasuk di 2 telaga besar di sekitarnya masing-masing Rana Rawuk dan Rana Kenti yang juga mengalami penurunan debit secara drastis.

Kopi Hitam vs Matcha, Mana Minuman yang Paling Ampuh Menurunkan Berat Badan?

Kegiatan menanam pohon endemik di kawasan hutan TWA Rana Poja Manggarai Timur.

Photo :
  • Jo Kenaru

Menanam pohon endemik

Upaya pemulihan ekosistem Danau Rana Poja adalah solusi yang disegerakan. Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Kopi Arabika Flores yang selama ini mengampu ribuan petani kopi di Manggarai Timur menggagas gerakan menghutankan kembali area tangkapn air dengan menanam pohon endemik sebanyak 2000 anakan di lingkar Danau Rana Poja.

MPIG Kopi Arabika Manggarai pada prinsipnya mengambil peran memperkuat peran masyarakat  petani  kopi  dalam  menjaga  dan  melestarikan lingkungan hutan.

Aksi menanam pohon endemik dilakukan di poros Timur ruas Ruteng-Elar sebelum pertigaan Benteng Jawa-Colol pada Selasa 10 Desember 2024.

Kegiatan yang diberi subtema penanam pohon endemik di area tangkapan air tersebut dilaksanakan setelah misa ekologis di pinggir jalan dan berjalan dalam kondisi hujan sedang disertai kabut tebal sehingga seluruh peserta kegiatan memakai mantel dari plastik.

Para peserta penanaman terbagi dalam beberapa kelompok. Bahkan ada yang menanam jauh ke atas bukit melewati medan mendaki dan terjal ke arah danau.

Disaksikan, aksi pemulihan ekosistem Rana Poja tersebut melibatkan 3 kelompok tani kopi Arabika yakni Kelompok Moeng Mose, Momang Tana dan Sadar Lestari yang berasal dari Desa Wejang Mali.  

MPIG bersama TWA Ruteng juga menggandeng puluhan siswa-siswi SMKN 1 Poco Ranaka Timur, TNI-Polri dan wartawan termasuk panitia menyediakan plang tanam untuk VIVA.co.id.

Ketua MPIG Arabika Manggarai, Yos Janu menjelaskan, jenis pohon lokal yang disiapakan seperti Natu, Namut, Langke, Uwu ditambah Bambu dan Ara yang ditanam serempak di atas lokasi seluas 3,5 hektare.

“Kita sudah buatkan jalur tanamnya kita juga sudah gali lubangnya semua. Hari ini ada 2000 pohon lokal yang ditanam,” kata Yos Janu kepada wartawan.

Yos Janu mengatakan, penyelamatan sumber air di Rana Poja merupakan tanggung jawab semua pihak, pemerintah, petani kopi, generasi muda dan dunia pendidikan.

“Satu hal yang paling penting petani menghasilkan komoditinya (kopi) tetapi di sisi lain kita harus memperhatikan keselamatan lingkungannya. Segelas kopi yang kita keluarkan ini akan bernilai emas kalau diimbangi dengan keselamatan alamnya,” imbuh Janu.

“Kalau di Kopi Tirto secangkir kopi merawat bumi di sini saya mau katakan juga le ca mok kopi (secangkir kopi)  kita selamatkan Rana Poja,” tekan Yos Janu.

Bukan seremonial 

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur, John Sentis ketika membuka secara resmi kegiatan tersebut berharap agar penanaman pohon lokal di area tangkapan air Rana Poja bukanlan kegiatan seremonial semata tapi upaya serius menyelamatkan kehidupan melalui pelestarian alam.

“Yang menjadi tantangan bagi kita semua juga masyarakat di sekitar kawasan ini Rende Nao, Wejang Mawe, Wejang Mali dan semuanya adalah bagaimana menjaga pohon yang kita tanam hari ini itu bisa hidup sampai menjadi hutan kembali tempat yang sudah kritis ini,” ungkap Kadis Sentis.

“Jadi kita tidak sekedar seremonial melakukan penanaman hari ini tapi bagaimana kita berupaya bersama secara kolektif terkait Rana Poja ini supaya menjaga hutan ini minimal 2000 yang kita tanam hari ini,” tambahnya.

Kegiatan menanam pohon endemik di kawasan hutan TWA Rana Poja Manggarai Timur.

Photo :
  • Jo Kenaru

Hutan ibu kandungnya air

Menurut Sentis, ancaman hilangnya sumber air Rana Pojam akin nyata dan itu tidak terlepas dari ulah masyarakat yang menebang hutan dan menggarap dalam kawasan TWA menjadi hutan kopi.

“Hutan dan air itu ibarat ibu dan anak hutan Itu mamanya air. Hutan ini adalah mama kandungnya daripada air yang kita minum ini. Upaya kita supaya air itu tidak berhenti mengalir. Kemudian kita harus menjaga ini hutan mana bagian hutan mana lahan kita jangan menganggap kebun semua padahal ada yang disebut dengan hutan negara,” sentil Sentis.

10.000 hektare hutan kopi dalam TWA

Kepala Bidang II BKSDA Ruteng, Daniwari Widiyanto menerangkan, TWA Ruteng memiliki luas Kawasan 33.000 hektare yang membentang dari Manggarai dan Manggarai Timur. 

Lebih dari 24 ribu hektare-nya masuk dalam wilayah administrasi Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur sisanya kurang lebih 8 ribu hektare di Kabupaten Manggarai. 

Dari angka tersebut, kata Daniwari, ditemukan hutan kopi dalam Kawasan TWA yang didata sebagai milik masyarakat seluas 10.000 hektare.

“Itu data 2015 kalau tidak salah dalam dokumen penataan blok itu ada kurang lebih 10.000 hektar itu mungkin tumpang tindih dengan penggarapan kebun kopi oleh Masyarakat,” ungkap Daniwari Widiyanto kepada ViVa.

Persoalan tersebut, lanjutnya, dianggap sebagai pencaplokan yang terjadi di era 2000-an yang juga disebut sebagai keterlanjuran di masa lalu.

Terhadap persoalan masyarakat menggarap kebun kopi dalam kawasan TWA Ruteng sedang dalam proses penyelesaian yang berkebetulan pengaturannya tertuang dalam Permen LHK No 14 Tahun 2023.

“Mulai tahun lalu kami coba selesaikan dengan skema Permen LHK Nomor 14 Tahun 2023. Setelah itu kami screening data yang terkumpul yang memenuhi syarat baru bisa kami ajukan ke pusat untuk PKS (perjanjian kerja sama) kemitraan konservasi itu melalui kelompok.  Beberapa pendataan yang dilakukan baru di Wejang Mawe kemudian Urung Ndora itu yang sudah kami ajukan ke pusat 100,19 hektare,” sebutnya.

“Pemerintah tidak menafikan ada keterlanjuran telah dilakukan di dalam kawasan konservasi tapi ada upaya juga bagaimana itu kemudian tidak menimbulkan konflik. Di Permen itu kita beri ruang untuk kerjasama kemitraan konservasi pemulihan ekosistem. Ada jangka waktunya ada kewajiban ada hak yang harus di penuhi petani. Tapi kita tidak mengizinkan dalam untuk okupasi baru ya itu hanya untuk penyelesaian yang keterlanjuran,” tutupnya. (Jo Kenaru/NTT)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya