Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Ultimatum Pejabat Negara yang Setor LHKPN Abal-abal

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

Jakarta, VIVA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, juga buka suara terkai dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN abal-abal yang dilaporkan ratusan pejabat negara.

Kata Nurul Ghufron Kasus Harun Masiku Bakal Dituntaskan di Pimpinan KPK Selanjutnya

Sebelumnya soal ini disorot oleh Ketua KPK Nawawi Pomolango, yang mengatakan bahwa masih banyak pejabat negara yang menyetorkanLHKPN abal-abal.

Ghufron mengatakan bahwa pejabat negara yang sudah menyetorkan LHKPN saat ini ditaksir berjumlah ratusan ribu. Dia menyebut LHKPN ini disetor sebagai bentuk untuk mengukur kepatuhan pejabat negara.

KPK: Barang Mewah Hasil Rampasan Koruptor Tidak Diminati Banyak Orang

"Jadi LHKPN itu yang sebelumnya, selama ini kita mengukur tingkat prestasi LHKPN itu pada prosentase kepatuhan. Saat ini kita meningkatkan bukan hanya pemenuhan laporan, tapi sejauh mana validitasnya," ujar Nurul Ghufron kepada wartawan, Rabu 11 Desember 2024.

"Jadi, kalau dulu misalnya pejabatnya 390 ribu orang yang diukur seberapa persen yang melapor, setelah ini, artinya dari 2022 sampai ke 2024 ini, kami sudah meningkatkan setelah kepatuhan, kemudian tingkat validitasnya yang dilaporkan seberapa," lanjutnya.

Wali Kota Semarang Mba Ita Tidak Hadiri Panggilan KPK, Minta Dijadwal Ulang

Meski begitu, Ghufron menyebut masih menghitung jumlah pasti pejabat negara yang menyetorkan LHKPN. Jumlah pasti pejabat negara itu, bakal disampaikan sebelum adanya pergantian pimpinan KPK yang baru.

"Nanti di akhir tahun ini, sebelum kami beralih ke pemimpinan, nanti akan kami sampaikan ya. Kalau ditanya sekarang, kami sedang masih mengimput datanya dari teman-teman LHKPN," kata Ghufron.

Ghufron menyebut pejabat negara memang harus menyetorkan LHKPN. Sebab, itu menjadi sebuah pemantik, jika ditemukan kejanggalan maka akan segera ditindak.

"Jadi prinsipnya fungsi LHKPN itu ada dua. Pertama bisa jadi pemantik.Jadi laporannya begini, tapi kemudian teliti-telah orang ini begini perilakunya. Ataupun pakaian dan perilaku hidupnya ya. LHKPNnya kok begini? Kami kemudian akan telaah," ungkap dia.

"Kalau ada gap antara LHKPN yang dilaporkan dengan kemudian kita punya data di luar LHKPN ada gap itu akan diekspos untuk kemudian ditindaklanjuti ke proses penyelidikan. Itu fungsi yang pertama, pemantik," lanjutnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Nawawi Pomolango, mengatakan masih banyak pejabat negara yang berbohong dalam mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, LHKPN. Dia menyebut bahkan jumlahnya mencapai ratusan pejabat negara yang tidak jujur menyampaikan laporan harta kekayaan mereka tersebut.

Nawawi menjelaskan, bahwa pejabat negara memang sudah benar untuk memenuhi kewajibannya, yakni menyetorkan LHKPN. Namun, dalam pengisiannya justru banyak yang abal-abal.

"Dari tingkat kepatuhan itu sedemikian tinggi, hanya saja ada yang kita sebutkan tadi, kita minta perhatian dari pemerintah bahwa ternyata pengisian itu lebih banyak abal-abalnya daripada benarnya. Fakta pengisian itu enggak benar lebih banyak gitu," ujar Nawawi kepada wartawan dikutip Selasa 10 Desember 2024.

Hal itu terungkap, kata Nawawi, karena banyaknya kasus korupsi yang diusut KPK melalui pemeriksaan LHKPN.

Di antaranya adalah kasus yang menyeret mantan pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo. Ia dijerat KPK sebagai tersangka kasus gratifikasi.

Dalam kasusnya itu, bermula dari kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya, Mario Dandy, hingga ramai di media sosial bahwa ia suka memamerkan hartanya.

Usai itu, sejumlah pejabat diusut oleh KPK dan diperiksa LHKPN-nya karena ada indikasi janggal dalam pelaporannya. Ada eks Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono, hingga mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto.

"Itu LHKPN sudah kita bisa lihat di situ, begitu berbedanya apa yang dicantumkan di dalam LHKPN dan apa yang kita temukan, itu jungkir balik faktanya," kata Nawawi.

"Dan itu ada ratusan, bahkan lebih daripada itu, yang kita temukan bahwa ada ketidak jujuran di dalam pengisian LHKPN," lanjutnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya