Presiden Prabowo Bakal Susun Lagi UU KKR untuk Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM Berat

Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Jakarta, VIVA — Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan, Presiden Prabowo Subianto berencana menyusun kembali undang-undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). 

Menko Yusril Ajak Masyarakat Fokus ke Masa Depan, Jangan Terjebak Dendam soal Pelanggaran HAM Masa Lalu

Langkah ini diambil untuk menyediakan dasar hukum yang jelas dalam upaya menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran berat HAM yang terjadi di masa lalu.

“Walaupun Undang-Undang KKR sebelumnya telah dibatalkan, pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo akan melanjutkan upaya untuk merancang ulang undang-undang tersebut,” kata Yusril dalam acara puncak Hari HAM di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Selasa malam, 10 Desember 2024.

Menko Yusril soal Prabowo Bentuk Kementerian HAM: Mungkin Terinspirasi Gus Dur

Menko Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra

Photo :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Yusril menegaskan bahwa keberadaan UU KKR sangat penting agar penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat dapat dilakukan tanpa mengenal batas waktu, bahkan mencakup peristiwa yang telah lama terjadi.

Menko Yusril: Wacana Penanganan Korupsi oleh Satu Lembaga Masih Dikaji

Ia mengingatkan bahwa pemerintah sebenarnya pernah memiliki undang-undang terkait KKR. Namun, seluruh pasal dalam UU tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), yang menilai adanya ketidaksesuaian dengan konstitusi.

“Pembatalan UU KKR menyebabkan banyak persoalan HAM berat di masa lalu menjadi sulit untuk diselesaikan secara tuntas,” ujar Yusril.

Sebagai respons atas situasi tersebut, Presiden Joko Widodo pada tahun 2023 menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2023, yang mengatur penyelesaian non-yudisial untuk kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

“Melalui Perpres ini, beberapa langkah penyelesaian dilakukan dengan pendekatan yang lebih humanis dan non-yudisial. Namun, tetap diperlukan dasar hukum yang lebih kuat melalui undang-undang,” jelas Yusril.

Selain mempersiapkan landasan hukum untuk rekonsiliasi, Yusril juga mengimbau semua pihak agar tidak terjebak dalam dendam terkait pelanggaran HAM berat di masa lalu. Menurutnya, upaya penyelesaian harus dilakukan tanpa melahirkan kebencian atau permusuhan baru.

“Kita perlu mencatat dan menyelesaikan peristiwa-peristiwa masa lalu sejauh mungkin, tetapi tidak boleh terperangkap oleh dendam yang justru dapat menghambat kemajuan bangsa,” ujarnya.

Yusril menambahkan bahwa langkah rekonsiliasi bertujuan untuk mencegah pelanggaran HAM serupa di masa depan. Ia berharap masyarakat dapat melangkah maju dengan semangat persatuan, tanpa melupakan pelajaran berharga dari sejarah kelam bangsa.

“Kita harus menatap ke depan. Jangan sampai dendam masa lalu menjadi penghalang bagi terciptanya keadilan dan perdamaian,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya