Ketua Hakim Kasasi Sepakat Vonis Bebas Ronald Tannur: Tak Ada Niat Jahat Membunuh Dini
- VIVA.co.id/Nur Faishal (Surabaya)
Jakarta, VIVA – Ketua hakim kasasi kasus Gregorius Ronald Tannur, Soesilo sepakat pada vonis bebas Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan kepada Dini Sera Afriyanti (29). Hal itu terungkap, karena Soesilo melakukan perbedaan pendapat atau dissenting opinion.
Hakim agung Soesilo berpendapat tidak ada niat jahat atau mens rea Tannur melakukan tindak pidana pembunuhan. Pernyataannya, turut dimuat dalam salinan putusan yang diunggah di laman Kepaniteraan Mahkamah Agung (MA).
Dua hakim kasasi lainnya selain Soesilo menyatakan dengan tegas Ronald Tannur harus dijatuhi hukuman pidana.
“Konstruksi fakta yang dibangun dalam surat dakwaan penuntut umum dihubungkan dengan alat bukti dan maka muncul konklusi ataupun kesimpulan bahwa terdakwa tidak mempunyai mens rea untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut umum sehingga putusan judex facti (majelis hakim PN Surabaya) yang membebaskan terdakwa dari dakwaan penuntut umum sudah tepat,” ujar Soesilo dalam salinan dikutip Selasa 10 Desember 2024.
Soesilo menyatakan bahwa putusan judex facti telah mempertimbangkan dengan tepat dan benar sesuai fakta hukum yang relevan secara yuridis sebagaimana terungkap dalam persidangan berdasarkan alat bukti yang sah sesuai ketentuan Undang-undang.
Kemudian, Soesilo berpendapat bahwa fakta hukum yang terungkap yakni terdakwa bersama Dini beserta saksi Ivan Sianto, saksi Rahmadani Rifan Nadifi, saksi Eka Yuna Prasetya, saksi Allan Christian dan saksi Hidayati Bela Afista alias Bela berkaraoke, makan dan meminum minuman keras beralkohol jenis Tequilla Jose dan minuman lainnya di Room Nomor 7 Blackhole KTV.
Selanjutnya, Tannur bersama Dini meninggalkan room Nomor 7 dengan kondisi Tannur membawa botol Tequilla Jose yang tersisa. Setelah itu barulah, terjadi perselisihan antara terdakwa dan Dini di mana Dini disebut menampar dan menarik jaket terdakwa.
Lanjut pendapat Soesilo, Tannur sempat mendorong bagian dada Dini. Perdebatan kembali terjadi di rubanah atau basement sehingga keduanya kembali ke lift untuk mengecek kamera pengawas atau CCTV. Akan tetapi, sekuriti tidak memberikan hasil rekaman gambar.
Setelahnya, Tannur langsung kembali ke rubanah, dan saat berada di rubanah, terdakwa kesal dan menyuruh Dini yang sedang bermain handphone untuk pulang bersama teman-temannya.
Tannur langsung menyalakan mobil, melihat dari spion, dan kemudian terdakwa berbelok ke kanan menuju arah keluar rubanah. Saat itu terdakwa meyakini tidak mendengar suara apa pun.
Kemudian, Tannur mengetahui bahwa Dini tergeletak pada saat akan memakai sabuk pengaman dari spion tengah.
Mengetahuinya, Terdakwa langsung turun untuk mendatangi Dini dengan disaksikan saksi Fajar Fahrudin dan saksi Imam Subekti, bersama-sama memasukkan Dini ke kabin belakang mobil. Tannur kemudian membawa pulang Dini ke tempat tinggalnya di Apartemen Orchad Tanglin.
Melalui rekaman CCTV di area parkir rubanah Lenmarc, memang terlihat posisi mobil terdakwa dalam posisi terparkir, bergerak dan kemudian berbelok ke kanan, lalu jalan lurus dan berhenti. Sedangkan keberadaan posisi diri Dini berada di sebelah kiri kendaraan terdakwa.
Lanjut Soesilo, Dini masih bernyawa saat tiba di di Apartemen Orchad Tanglin karena badannya masih bergerak, dan terdakwa menaruh Dini di kursi roda. Tak berselang lama, Dini yang berada di kursi roda tersebut dalam kondisi tidak bergerak sehingga dilakukan pertolongan pertama.
Terdakwa kemudian bersama saksi Retno Happy Purwaningtyas dan kedua sekuriti apartemen membawa Dini ke Rumah Sakit (RS) National Hospital dengan kondisi Dini sudah tidak merintih.
Setelah sampai, Dini langsung diproses oleh IGD RS National Hospital menggunakan alat Defibrilator (alat kejut Listrik) dan selanjutnya Dini dinyatakan tidak bernyawa.
Dokter IGD RS National Hospital menyarankan agar dibawa ke RS Dr Soetomo, dan RS Dr Soetomo menyampaikan agar membuat laporan karena ada luka yang tidak wajar.
Hasil visum et repertum Nomor: KF.23.0465 tertanggal 13 Oktober 2023 yang dilaksanakan oleh Dokter Pemeriksa dr. Renny Sumino, Sp.FM., M.H, dalam kesimpulannya dengan sebab kematian Dini adalah karena luka robek majemuk pada organ hati akibat kekerasan tumpul sehingga terjadi pendarahan, yang didasarkan pada hasil pemeriksaan dalam dan luar, serta pemeriksaan tambahan yaitu ditemukan alkohol pada lambung dan darah, pelebaran pembuluh darah pada otak besar, hati, ginjal kanan dan kiri, pendarahan pada tempat pertukaran udara paru kanan bawah dan paru kiri atas.
“Bahwa meskipun terdapat visum et repertum yang menjelaskan kematian Dini Sera Afrianti, namun hasil visum et repertum tersebut tidak serta merta menyatakan terdakwa lah sebagai pelaku perbuatan terhadap Dini Sera Afrianti, apalagi sampai adanya dugaan terdakwa melindas tubuh Dini Sera Afrianti sebagai sebab meninggalnya Dini Sera Afrianti karena tidak ada alat bukti yang membuktikan dugaan tersebut,” kata Soesilo.
Lebih jauh, kata Soesilo, hakim dalam perkara pidana mempunyai hak dan kewajiban mempertimbangkan secara cermat segala hal yang dapat membantu memperjelas perkara selama persidangan.
Menurutnya, hakim bisa menilai dengan cara menggali fakta-fakta dari keterangan saksi-saksi, ahli dan keterangan terdakwa yang dihadirkan di persidangan. Hal itu merupakan perwujudan tujuan hukum pidana yaitu mencari kebenaran materiel.
“Bahwa saksi-saksi yang telah memberikan keterangan di persidangan tidak dapat menerangkan perbuatan yang diduga dilakukan oleh terdakwa,” ucap Soesilo.
“Selain itu, apabila alat bukti yang lain belum mencukupi batas minimum pembuktian, maka dapat menggunakan alat bukti petunjuk yang merupakan perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena kesesuaiannya menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk ini hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa,” lanjutnya.
Soesilo mengatakan bahwa alat bukti petunjuk dalam perkara a quo tidak dapat digunakan mengingat keterangan saksi-saksi secara jelas dan tegas tidak melihat dugaan perbuatan terdakwa. Selain itu, keterangan terdakwa pun secara tegas menyatakan tidak melakukan dugaan perbuatan sebagaimana dituduhkan penuntut umum.
“Selain itu pula dari bukti-bukti elektronik dari rekaman CCTV tidak menunjukkan terdakwa telah melindas tubuh Dini Sera Afrianti dengan menggunakan mobil terdakwa,” sebut Soesilo.
Diketahui, MA telah membatalkan vonis bebas Ronald Tannur. Dia kini dihukum lima tahun penjara atas perbuatan pidananya kepada Dini Sera.