Ahmad Tohari, Esther Haluk dan Murdiono Mokoginta Dianugerahi Penghargaan Penulis 2024

Tiga penulis raih penghargaan
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA – Tiga penulis yaitu Ahmad Tohari, Esther Haluk dan Murdiono Mokoginta dianugerahi penghargaan atas karya dan dedikasinya. Untuk Ahmad Tohari dianugerahi penghargaan Lifetime Achievement Award 2024, dari Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA atas kualitas karya dan dedikasinya sebagai penulis selama lebih dari 40 tahun.

Denny JA Hibahkan Dana Abadi Penghargaan Tahunan untuk Penulis

Sementara Esther Haluk dari Papua diberi penghargaan Dermakata Award 2024, kategori fiksi atas kualitas karyanya, dan menyuarakan suara mereka yang terpinggirkan di Papua.

Sedangkan atas kualitas karyanya dan riset untuk sejarah lokal masyarakatnya di Bolmong, Murdiono Mokoginta dari Bolmong diberi penghargaan Dermakata Award, kategori nonnfiksi. Dermakata Award, baik fiksi maupun nonfiksi, diberikan oleh Lembaga Kreator Era AI.

BRI Borong 7 Penghargaan di Ajang Top 100 CEO & The 200 Leader Future Forum 2024

"Masing-masing pemenang memperoleh Piagam Penghargaan dan hadiah dana. Jumlah dana 50 juta rupiah untuk Lifetime Achievement Award, dan 35 juta rupiah masing-masing untuk Dermakata Award," kata Denny JA, selaku Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, sekaligus Penggagas Lembaga Kreator Era AI.

Denny JA

Photo :
  • Istimewa
BNN Raih Anugerah Reksa Bandha, Sebabnya Mampu Kelola Barang Milik Negara Secara Akuntabel

Denny JA juga mengumumkan yayasan yang didirikannya Denny JA Foundation, sudah menghibahkan dana abadi untuk penghargaan tahunan bagi penulis. Dengan adanya dana abadi ini, hadiah tahunan bagi penulis dapat berlangsung hingga 50 tahun mendatang atau lebih.

Adapun terpilihnya para pemenang tersebut atas kerja berjenjang para juri. Para juri terdiri dari Anwar Putra Bayu (Sumatra), Dhenok Kristianti (Jawa), Hamri Manopo (Sulawesi), I Wayan Suyadna (Bali), Muhammad Thobroni (Kalimantan), Victor Manengke (Papua), dan Okky Madasari.

Untuk Lifetime Achievement Award, Anwar Putra Bayu sebagai ketua. Untuk Dermakata Award, Okky Madasari sebagai ketua. Pemenang diseleksi secara bertahap dari daerah, lalu diusulkan ke pusat.

Denny JA menjelaskan alasan ketiga penulis tersebut dianugerahi penghargaan. Untuk Ahmad Tohari, Denny JA mengatakan, jika sastra adalah suara yang memahat waktu, maka Ahmad Tohari salah satu pemahat terpenting yang dimiliki Indonesia.

"Dalam perjalanan panjangnya, Tohari telah melahirkan karya-karya yang tidak hanya mencerminkan keindahan, tetapi juga menyuarakan kegelisahan manusia," katanya.

Pada 2024, kata Denny JA, Ahmad Tohari layak menerima penghargaan Lifetime Achievement Award dari Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA karena tiga alasan yang tak terbantahkan.

Pertama, ia adalah penjaga jiwa desa. Dalam setiap karya Tohari, desa bukan hanya latar, tetapi denyut nadi dari cerita itu sendiri. Dari trilogi "Ronggeng Dukuh Paruk" hingga "Di Kaki Bukit Cibalak", Tohari menempatkan desa sebagai ruang hidup yang penuh warna, tradisi, dan perjuangan.

Ahmad Tohari melukiskan harmoni antara manusia, alam, dan adat istiadat dengan kejujuran yang melampaui romantisme. Di saat modernisasi sering kali meminggirkan narasi masyarakat kecil, Tohari mengangkatnya ke panggung utama sastra.

Suaranya adalah nyala lilin bagi identitas budaya yang terus terancam.

Kedua, Ahmad Tohari adalah saksi dan suara keadilan sosial. Karya-karyanya adalah perenungan mendalam atas ketimpangan, eksploitasi, dan pergolakan politik. "Kubah" menggambarkan perjalanan seorang mantan komunis dalam mencari pengampunan, sementara "Orang-Orang Proyek" mengungkap praktik korupsi yang merugikan rakyat kecil.

"Tohari tidak sekadar bercerita, ia merenungkan kompleksitas moral manusia dalam konteks sosial yang tak adil. Keberanian ini menjadikan Tohari lebih dari seorang sastrawan, ia adalah saksi zaman yang menolak berdiam diri," ujarnya.

Ketiga, Ahmas Tohari adalah penghubung spiritualitas dan kemanusiaan. Dalam setiap paragrafnya, ada keseimbangan antara nilai-nilai spiritual dan realitas manusia.

"Tohari memadukan keduanya tanpa terjebak pada dogma. Baginya, spiritualitas adalah tentang pengertian yang mendalam terhadap sesama dan alam semesta," ucapnya.

Pesan-pesan universal ini menjadikan karyanya relevan di tengah dunia yang semakin terfragmentasi.

Lebih dari itu, Ahmad Tohari adalah pelita yang tidak hanya menerangi jalannya sendiri, tetapi juga jalan bagi generasi penulis masa depan. Ia adalah bukti bahwa sastra dapat menjadi jembatan untuk merawat warisan budaya, menantang ketidakadilan, dan menyentuh inti kemanusiaan.

"Penghargaan Lifetime Achievement Award bukan hanya sebuah pengakuan atas dedikasi panjang Tohari dalam sastra. Ini adalah penghormatan kepada suara yang telah menjadikan desa, keadilan, dan spiritualitas sebagai wajah sejati Indonesia," katanya.

Selanjutnya Esther Haluk. Denny JA mengatakan, salah satu karya Esther Haluk yang monumental adalah "Nyanyian Sunyi" (2021). Buku puisi ini bukan hanya sekadar kumpulan kata-kata indah, tetapi juga refleksi mendalam tentang kehidupan di Papua.

Esther menggambarkan ketidakadilan sosial, kekerasan, dan perjuangan sehari-hari dengan bahasa yang lugas dan menggugah.

Karya ini menjadi medium advokasi yang kuat, menyoroti diskriminasi berlapis yang dialami perempuan Papua: sebagai perempuan, sebagai masyarakat adat, dan sebagai korban konflik berkepanjangan.

Esther Haluk memenuhi dua kriteria utama penerima Dermakata Award 2024 untuk kategori Fiksi yaitu kualitas sastra dan dampak sosial.

Melalui "Nyanyian Sunyi" (2021), Esther mengangkat isu-isu yang jarang tersentuh, seperti hak perempuan, kekerasan dalam konflik, dan perjuangan identitas budaya Papua.

"Ia menjadikan sastra sebagai alat untuk membangun kesadaran kolektif, baik di tingkat nasional maupun global. Dedikasinya tidak berhenti pada karya, tetapi meluas ke berbagai forum advokasi, menunjukkan keberanian dan konsistensi yang luar biasa," ujarnya.

Sebagai penulis dari wilayah konflik, Esther menghadapi tantangan besar, dari stigma hingga hambatan struktural. Namun, keterbatasan itu justru menjadi bahan bakar bagi kreativitas dan keberaniannya.

"Esther tidak hanya menulis untuk dirinya sendiri, tetapi untuk komunitas yang diwakilinya. Dermakata Award adalah bentuk pengakuan atas keteguhan hati dan integritasnya," ujarnya.

Denny JA menuturkan, Esther Haluk adalah bukti nyata bahwa sastra mampu menjadi suara bagi yang tak bersuara. Ia menjadikan pena sebagai alat perjuangan, menyatukan estetika dan keberanian moral dalam setiap kata yang ia tulis.

Dengan "Nyanyian Sunyi", Esther tidak hanya menciptakan karya seni, tetapi juga membangun jembatan empati bagi mereka yang hidup di bawah bayang-bayang konflik.

"Dermakata Award 2024 bukan sekadar penghargaan, tetapi juga pengingat akan pentingnya suara dari pinggiran untuk terus menginspirasi sekeliling," ucapnya.

Lalu Murdiono Mokoginta. Denny JA menyebut Murdiono seorang pencerita. Dengan semangat yang tak kenal lelah, Murdiono menelusuri arsip-arsip kolonial Hindia Belanda untuk menghidupkan kembali kisah-kisah yang hampir terlupakan.

Dedikasinya menunjukkan bahwa sejarah tidak hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang memahami akar yang membentuk masa kini dan merancang masa depan yang lebih berdaya.

Dengan karya mutakhirnya, "Abad Transisi: Bolaang Mongondow dalam Catatan Kolonial Abad XIX-XX" (2024), Murdiono Mokoginta (Dion) tidak hanya mencatat sejarah. Ia juga menghidupkannya dengan bahasa yang ringan, namun tetap berbobot.

Buku ini mengungkap dinamika sosial, budaya, religi, dan politik Bolaang Mongondow pada abad ke-19 dan 20. Ia menawarkan wawasan yang mendalam sekaligus relevan.

Murdiono menjadikan buku ini dapat diakses oleh semua kalangan, dari akademisi hingga masyarakat umum, sebuah pencapaian yang jarang ditemui dalam literatur sejarah.

"Penghargaan ini juga mengakui keberanian dan komitmen Dion (Murdiono) untuk mendokumentasikan sejarah lokal. Di tengah arus globalisasi, fokus pada narasi lokal seperti yang Dion lakukan menjadi semakin penting," ujarnya 

Lebih lanjut, Denny JA mengatakan, Murdiono tidak hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga memperkuat identitas komunitasnya. Buku ini adalah kado istimewa untuk HUT Kabupaten Bolaang Mongondow, sekaligus warisan bagi generasi mendatang.

Sebagai akademisi muda, Murdiono menunjukkan dedikasi luar biasa untuk memastikan bahwa sejarah Bolaang Mongondow tidak hanya dikenal, tetapi juga dihargai.

"Ia telah membangun fondasi yang kokoh bagi studi sejarah lokal, membuka ruang peradaban baru bagi komunitasnya, dan menunjukkan bahwa narasi lokal dapat memiliki dampak global," ucapnya.

Menurutnya, Murdiono Mokoginta adalah bukti bahwa sejarah tidak hanya milik masa lalu, tetapi juga alat untuk memahami siapa kita hari ini.

Melalui "Abad Transisi", Murdiono mengajak pembaca untuk melihat Bolaang Mongondow bukan hanya sebagai tempat di peta, tetapi sebagai bagian penting dari narasi sejarah Indonesia.

"Dermakata Award 2024 Kategori Nonfiksi adalah pengakuan atas dedikasinya yang tak tergoyahkan untuk menghidupkan kembali sejarah lokal, menjadikannya relevan dan inspiratif. Dengan pena sebagai alatnya, Dion telah membuktikan bahwa kata-kata mampu membangun jembatan lintas generasi dan lintas budaya," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya