Detik-detik Penyelundupan 151 Ribu Benih Lobster Pakai 'Kapal Hantu' Digagalkan
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
Jakarta, VIVA - Penyelundupan benih bening lobster (BBL) kembali berhasil digagalkan. Kali ini jumlah yang mau diselundupkan ada 151.000 lewat perairan Pulau Numbing, Bintan.
“Operasi ini merupakan bagian dari langkah tegas dalam memutus jaringan penyelundupan BBL lintas negara yang melibatkan Indonesia, Malaysia, dan Vietnam,” ujar Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dit Tipidter) Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Polisi Nunung Syaifuddin, Selasa, 3 Desember 2024.
Dia mengungkap, berdasar informasi akurat dari tim analis Satuan Tugas BBL Direktorat Tipidter Bareskrim Polri, terkuak ada rencana pengiriman BBL pakai kapal cepat atau kapal hantu yang sebelumnya dikemas di Jambi.
BBL mau dibawa ke luar negeri lewat jalur laut dengan kapal hantu. Lantas, berangkat dari informasi ini tim patroli laut dari wilayah perairan Karimun sampai Bintan memantau pergerakan para pelaku. Kapal hantu yang dibawa tersangka SL pun nampak, bersama tiga tersangka lain yakni, koordinator rute dan penunjuk arah berinisial DK; operator mesin kapal berinisial JN, serta Kapten kapal dengan inisial SY.
“Sekitar pukul 19.00 WIB, di perairan Pulau Numbing, tim mendapati sebuah kapal cepat yang membawa 28 boks styrofoam berisi BBL. Saat hendak dihentikan, kapal tersebut mencoba melarikan diri hingga terjadi tabrakan dengan kapal patroli,” ujarnya.
Buntut tabrakan, tiga tersangka luka serius karena benturan baling-baling kapal. Mereka kemudian dievakuasi ke RSU (rumah sakit umum) Tanjung Pinang untuk perawatan medis.
“Sementara itu, barang bukti dan satu tersangka lainnya dibawa ke Kanwilsus DJBC Kepri,” ujarnya
Adapun dalam operasi disita 151.000 ekor benih lobster dengan nilai estimasi kerugian negara mencapai Rp15,1 miliar. Lalu satu unit kapal cepat bermesin 200 PK (4 mesin) dan satu unit telepon genggam.
“Benih lobster yang disita telah dilepaskan kembali ke habitat aslinya di perairan Pulau Kambing, Karimun,” kata dia.
Para tersangka dikenakan Pasal 88 Juncto Pasal 16 Ayat (1) dan/atau Pasal 92 Jo Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah melalui UU No. 45 Tahun 2009 dan UU No. 6 Tahun 2023. Mereka terancam hukuman maksimal adalah delapan tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.