Wacana Gubernur Dipilih DPRD, Komisi II DPR Bilang Begini
- DPR RI
Jakarta, VIVA – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf angkat bicara soal munculnya wacana agar gubernur dipilih DPRD. Dede menyebut pihaknya akan mengumpulkan berbagai saran dan masukan terkait usulan tersebut.
Sebab, menurutnya, usulan agar gubernur dipilih oleh DPRD tidak seharusnya dilihat dari perspektif politik semata.
"Jadi saat ini, sekarang ini masih wacana, bebas-bebas saja. Kalau saya menyarankan, kita kumpulkan masukan naskah akademik dari berbagai stakeholder. Jadi bukan hanya dari sudut pandang politik saja," kata Dede Yusuf kepada wartawan di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, dikutip Selasa, 3 Desember 2024.
Adapun usulan gubernur dipilih DPRD mencuat beberapa waktu terakhir. Usulan ini digaungkan mengingat beban biaya politik yang cukup tinggi untuk pemilu secara langsung.
Dede menilai, pembahasan mengenai usulan tersebut harus disesuaikan dengan berbagai aspek, salah satunya terkait filosofi dasar otonomi daerah hingga peran pemerintah provinsi.
"Kalau kita kembali ke otonomi daerah, otonomi daerah mau berada di mana? Di level kabupaten/kota kah, level provinsi kah, atau level desa? Kita harus lihat dari sudut ini dulu, apa namanya filosofisnya, sosiologisnya dan lain-lain," ungkap dia.
"Baru kemudian kita melihat peran pemerintah provinsi sebagai apa? Apakah dia sebagai kepala daerah atau perpanjangan tangan pemerintah pusat? Itu berarti adanya di undang-undang pemerintahan daerah," pungkas Dede.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Jazilul Fawaid mengusulkan agar pilkada di tingkat provinsi untuk memilih pasangan calon gubernur dan wakil gubernur melalui DPRD masing-masing provinsi bukan lagi dipilih oleh rakyat secara langsung karena berbiaya mahal.
Menurut dia, tingginya biaya pemilihan gubernur itu terlihat pada Pilkada 2024. Misalnya, Pemerintah harus mengeluarkan biaya lebih dari Rp1 triliun untuk Pilkada Jawa Barat saja, belum lagi ditambah biaya pemilihan gubernur di wilayah lainnya.
"Itu bukan anggaran yang kecil. Kalau yang Rp1 triliun itu diberikan ke salah satu kabupaten di salah satu provinsi, di NTT, misalnya, itu bisa membuat ekonomi bangkit," kata Jazilul di Jakarta, Kamis, 28 November 2024.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, otonomi daerah sejatinya diberikan kepada kabupaten/kota sehingga pilkada langsung cukup di tingkat kabupaten/kota. Oleh karena itu, pilkada secara langsung di tingkat provinsi harus dievaluasi.
Jazilul mengemukakan bahwa demokrasi harus tetap berjalan dan rakyat harus mendapat kesempatan untuk partisipasi. Kendati demikian, penggunaan anggaran harus tetap menjadi perhatian.
Persoalan biaya politik itu, kata dia, harus menjadi pembicaraan di antara partai-partai politik. Pembahasan itu bisa pada momen revisi paket undang-undang politik dengan sistem omnibus law, yang menggabungkan UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Pilkada.