Badan Geologi Ukur Kadar Gas Beracun di Gunung Marapi, Ini Hasilnya
- VIVA.co.id/Andri Mardiansyah (Padang)
Padang, VIVA - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan laju emisi (fluks) gas sulfur dioksida atau SO2 di Gunung Marapi di Sumatra Barat terukur rendah setelah penurunan status gunung api tersebut dari level Siaga menjadi Waspada.
"Dari pantauan satelit Sentinel gas SO2 terukur dengan kuantitas yang tergolong rendah," kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid melalui keterangan yang diterima di Padang, Senin, 2 Desember 2024.
Berdasarkan catatan instansi terkait kuantitas gas SO2 terukur 57 ton per hari pada 24 November 2024. Hal ini mencerminkan aktivitas gunung api setinggi 2.891 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu dominan berupa pelepasan gas (degassing) dengan kandungan gas magmatik SO2 yang tergolong rendah.
Meskipun demikian Badan Geologi tetap mengingatkan masyarakat terkait potensi gas vulkanik beracun seperti karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), SO2, dan hidrogen sulfida (H2S) terutama di area kawah atau puncak gunung api yang berada di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar itu.
Meskipun aktivitas Gunung Marapi menunjukkan penurunan, Badan Geologi tetap mengingatkan masyarakat tentang adanya potensi letusan hingga ancaman bahaya lahar dingin terutama saat musim hujan.
Sebab, kata Muhammad Wafid, berdasarkan evaluasi data-data pemantauan secara umum, aktivitas Marapi bersifat fluktuatif dengan kecenderungan menurun terutama dalam waktu satu minggu terakhir.
Ia mengatakan erupsi dapat terjadi sewaktu-waktu sebagai bentuk pelepasan dari akumulasi energi dengan potensi bahaya lontaran material akibat letusan yang diperkirakan dalam wilayah radius tiga kilometer dari pusat aktivitas (Kawah Verbeek).
"Potensi terjadinya letusan masih tetap ada, namun berdasarkan data pemantauan sampai saat ini kecil kemungkinan akan terjadi letusan besar seperti kejadian Desember 2023," kata dia mengingatkan. (ant)