DPD: Perlu Pengawasan untuk Implementasi Program Prabowo Sejahterakan Guru Tepat Sasaran

Presiden Prabowo Subianto
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA - Anggota DPD RI, Filep Wamafma mengapresiasi kebijakan pemerintah yang memprioritaskan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, untuk memajukan sektor pendidikan. Menurut dia, langkah Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan kesejahteraan guru sebagai pilar penentu kualitas pendidikan di Indonesia.

Prabowo Tetapkan PPN 12% Hanya untuk Barang Mewah, Eks Dirjen Bea Cukai: Sasaran Utama Orang Super Kaya

“Kami apresiasi dan mendukung kebijakan ini sepenuhnya. Guru-guru di Indonesia sangat perlu diperhatikan melalui keberpihakan kebijakan dari pemerintah,” kata Filep melalui keterangannya pada Minggu, 1 Desember 2024.

Presiden RI, Prabowo Subianto

Photo :
  • Sekretariat Presiden
Indonesia Announced VAT-Exempt Goods and Services

Diketahui, alokasi anggaran kesejahteraan guru akan meningkat dalam APBN 2025 menjadi Rp81,6 triliun, naik Rp16,7 triliun dibanding tahun sebelumnya. Menurut Filep, prioritas APBN untuk pendidikan ini memang sangat penting. Tetapi, kata dia, pengawasan itu jauh lebih penting agar implementasi di lapangan tepat sasaran.

“Prioritas APBN untuk pendidikan ini sangat penting. Namun, lebih penting lagi kita semua harus mengawal implementasi kebijakan tersebut agar tepat sasaran di lapangan,” ujar Ketua Komite II DPD RI yang membidangi pendidikan ini.

Prabowo Sindir Putusan Ringan Harvey Moeis, MA: Mohon Sabar

Selain itu, Filep juga mendukung kebijakan Pemerintahan Presiden Prabowo untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) pendidik, seperti menambah kuota sertifikasi dan pelatihan sebagai upaya menciptakan guru berkualitas.

Pada 2025, kata dia, pemerintah menargetkan sebanyak 1.932.666 guru akan bersertifikat pendidik. Menurut dia, angka ini mengalami peningkatan 650 guru dibanding 2024. Lalu, sebanyak 806.486 guru ASN dan guru non-ASN dengan kualifikasi pendidikan D4 atau S1 itu ditargetkan akan mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG).

“Kita juga mencatat rencana pemerintah menyediakan bantuan pendidikan bagi 249.623 guru yang belum memiliki gelar D4 atau S1. Bantuan ini penting agar guru-guru kita dapat meningkatkan kualifikasi pendidikan mereka. Karena jika kita melihat data pendidikan, semakin tinggi jenjang sekolah, semakin sedikit jumlah guru,” jelas dia.

Adapun, persentase guru yang memenuhi kualifikasi akademik minimal S1/D4 sebesar 97,33%, mengalami peningkatan sebesar 0,38% poin dibandingkan dengan tahun ajaran 2022/2023, sekitar 96,95%. 

“Jika dilihat dari masing-masing jenjang, persentase guru yang memenuhi kualifikasi akademik minimal S1/D4, pada jenjang pendidikan SD dan SMP meningkat dari tahun sebelumnya. Hal sebaliknya terjadi pada jenjang SMA dan SMK, di mana guru yang memenuhi kualifikasi akademik minimal S1/D4 mengalami penurunan,” ujarnya.

Selanjutnya, Filep mengatakan hal lain yang harus diperhatikan pemerintah yaitu perlindungan terhadap guru. Menurut dia, pemerintah perlu melakukan amandemen terhadap UU Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) sebagai payung hukum bagi guru di Indonesia.

Di samping itu, Filep juga menekankan masalah jumlah anak tidak sekolah masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Persentase anak tidak sekolah semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kelompok umur. “Kita lihat datanya, anak usia 7-12 terdapat 0,67 persen tidak sekolah, usia 13-15 terdapat 6,37%, dan usia 18-18 terdapat 19,20%,” ungkapnya.

Angka putus sekolah pada 2024, secara umum terdapat satu dari 1.000 penduduk yang putus sekolah di jenjang SD sederajat atau sekitar 0,11%. Dari 1.000 penduduk yang mengenyam pendidikan SMP sederajat, delapan di antaranya putus sekolah sebesar 0,82%. Angka putus sekolah pada jenjang SMA/SMK sederajat, terdapat 10 dari 1.000 penduduk yang mengenyam pendidikan SMA/SMK sederajat putus sekolah atau 1,02%. 

“Hal ini menunjukkan semakin tinggi jenjang pendidikan, angka putus sekolah juga semakin tinggi. Ini masalah serius sekaligus tantangan bagi bangsa kita, terutama para pemimpin agar melahirkan kebijakan-kebijakan yang semakin solutif,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya