Pengacara Perempuan Asal Brasil Dideportasi Karena Buka Praktik Prostitusi, Dibayar Rp 7 Juta
- VIVA.co.id/Maha Liarosh (Bali)
Bali, VIVA – Pengacara perempuan asal Brasil berinisial AGA (34), dideportasi ke negaranya lantaran melakukan kegiatan prostitusi di Bali. Kepala Rudenim Denpasar Gede Dudy Duwita menjelaskan, AGA telah melakukan prostitusi di Bali dengan bayaran sebesar Rp 7.800.000 sekali pertemuan dengan pelanggan.
Pengacara tersebut di deportasi ke negaranya pada, Kamis, 28 November 2024.
"AGA berkomunikasi terkait pertemuannya dengan pelanggan dari Singapura melalui Whatsapp, dan ia mengaku tidak mengenal pria tersebut secara langsung," kata Dudy, Jumat, 29 November 2024.
AGA ditangkap di sebuah vila di Seminyak, oleh petugas Imigrasi Ngurah Rai Bali pada 13 November 2024. Petugas juga mengamankan paspor, satu alat kontrasepsi serta mata uang dalam pecahan dolar Australia dan Euro.
Sebelumnya AGA masuk ke Indonesia pada 25 Oktober 2024 melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan Visa Kunjungan, yang berlaku selama 30 hari untuk berlibur di Bali.
Tak hanya mengusir pengacara asal Brazil, Imigrasi juga mendeportasi HMQA (25) seorang WN Irak yang menggunakan paspor palsu.
HMQA datang ke Indonesia pada 11 November 2024 dengan membeli visa 211A secara walk in melalui Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan menggunakan paspor Kuwait bernama Homoud MJ Al Anazi.
Saat pemeriksaan di bandara, petugas Seksi Pemeriksaan IV Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai menemukan bahwa paspor Kuwait yang digunakan diduga palsu.
"Namun, paspor tersebut tidak valid dan tidak terdaftar di Kedutaan Besar Kuwait, yang mengonfirmasi bahwa paspor Kuwait bernama Homoud MJ Al Anazi bukanlah warga negara Kuwait dan paspor itu palsu," jelas Dudy
HMQA merupakan pemegang paspor kebangsaan Irak.
"Dalam pengakuannya HMQA mendapatkan paspor palsu tersebut kepada temannya di Turki dengan membayar uang sejumlah 10.000 USD," jelas Dudy.
HMQA akhirnya dideportasi melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan tujuan akhir Bandara Internasional Basra (BSR) di Irak, pada 29 November 2024.
Dudy menambahkan bahwa sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan terhadap orang asing yang berpotensi mengganggu keamanan dapat diberlakukan, bahkan seumur hidup jika diperlukan.
"Keputusan penangkalan akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi dengan mempertimbangkan seluruh aspek kasus ini," kata Dudy.