Komisi III DPR Minta Kapolri Tuntaskan Kasus Penembakan Paskibraka di Semarang

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, I Wayan Sudirta
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA - Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta mengaku prihatin dengan peristiwa besar yang dialami institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Sebab, bertubi-tubi lembaga yang dipimpin Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu mendapatkan beberapa peristiwa yang membuat masyarakat heboh.

Ahmad Sahroni Dibuat Tercengang Lihat Kecanggihan Alat Sadap Milik Kejaksaan Agung

Di antaranya kasus meninggalnya tahanan di Sumatera Barat dan Sulawesi Tengah, kasus meninggalnya pelajar karena patroli anggota kepolisian di Bekasi, kasus penembakan polisi di Solok Selatan, Sumatera Barat, dan terakhir penembakan terhadap Paskibraka di Jawa Tengah.

“Apa yang terjadi beberapa waktu belakangan ini terhadap institusi Polri sungguh sangat memprihatinkan dan disayangkan terjadi. Badai persoalan seolah sedang menimpa Polri secara bertubi-tubi. Yang kemudian menjadi pertanyaan apa yang sebenarnya sedang terjadi dan mengapa hal ini bisa menimpa Polri?,” kata Wayan di Jakarta pada Selasa, 26 November 2024.

Medan Terjal, Belasan Polisi Tarik Truk Logistik Pilkada 2024 Lintasi Pengunungan Nias Selatan

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, I Wayan Sudirta

Photo :
  • Istimewa

Menurut dia, Polri kerap diindentikkan dengan pelanggaran HAM, penyalahgunaan kewenangan, kriminalisasi, backing atau keterlibatan dalam pelanggaran hukum, penegakan hukum yang tidak transparan dan akuntabel, dan rentan intervensi. 

Siswa Tertembak di Semarang, Warga dan Satpam Tak Melihat Ada Tawuran di Paramount

“Belum lagi dikaitkan pula budaya hidup mewah, kekerasan, arogansi, dan kegiatan berpolitik. Namun tidak kunjung selesai, persoalan demikian malah makin terjadi, Polri pada saat ini benar-benar dalam kondisi darurat reformasi,” jelas Legislator asal Bali ini.

Tentunya, Wayan sebagai Anggota Komisi III DPR RI menekankan upaya reformasi atau transformasi Polri bukan tidak sama sekali berjalan. Menurut dia, banyak inovasi layanan publik yang telah dilahirkan dan peran Polri di masyarakat yang patut diapresiasi. Tanpa menegasikan beberapa keberhasilan Polri, di sisi lain semua pihak termasuk Kapolri harus mengakui bahwa tidak semua program perubahan tersebut berjalan mulus. 

“Beberapa persoalan masih terjadi seperti hal-hal di atas yang sebenarnya membutuhkan perubahan yang signifikan dan reformatif. Dimulai dari sistem kepemimpinan, strategi reformasi budaya dan struktur Polri, pengawasan, pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai aturan (due dilligence), pelatihan/pendidikan, hingga sistem rekrutmen yang perlu untuk diperbaiki dan ditingkatkan segera. Hal ini menjadi urgen untuk segera diperbaiki,” ujarnya.

Di samping itu, Wayan mengatakan rekrutmen yang bersih dari pungli, pelatihan HAM dan pendidikan mental dan kualitas yang terintegrasi dan berintegritas, pengawasan melekat dan ketat, sistem reward and punishment yang jelas dan terukur.

“Serta sistem kepemimpinan yang menjunjung tinggi pelayanan dan profesionalitas menjadi beberapa kunci untuk mengubah citra Polri yang buruk,” kata Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini.

Kata dia, kepercayaan dan kepuasan masyarakat tentu harus dipulihkan supaya tidak ada lagi keraguan, terutama agar masyarakat tetap menghargai institusi hukum yang merupakan penegak hukum dan pengayom masyarakat. Kedaruratan ini harus segera disikapi dengan kebijakan dan implementasi konkret. 

“Penegakan hukum yang transparan dan terbuka terhadap kasus-kasus yang melibatkan anggota Polri harus dikedepankan untuk menimbulkan efek jera,” ungkapnya.

Bahkan, Wayan ingat usulan Anggota Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arsul Sani ketika masih menjadi Anggota Komisi III DPR RI dan almarhum Desmond J Mahesa saat pembahasan RUU KUHP yang menginginkan pemberatan yang besar terhadap oknum aparat penegak hukum yang melakukan tindak pidana. 

“Hal ini karena ketidakseimbangan antara sipil dan aparat yang tentu terlatih dan mungkin bersenjata. Demikian pula perlunya pemidanaan terhadap persekusi dan kekerasan oleh aparat, dalam hal ini KUHP juga berperan untuk melindungi masyarakat sebagaimana tujuan hukum pidana,” katanya lagi.

Oleh sebab itu, Wayan mengatakan kasus penembakan Paskibra yang merupakan masyarakat sipil, maupun kasus penembakan di Solok Selatan harus dibuka seluas-luasnya dan ditindak tegas sesuai aturan. Baik dari sisi penegakan hukum maupun pelanggaran etiknya. “Arogansi seperti ini tidak boleh didiamkan begitu saja,” tegas dia.

Namun, Wayan juga meminta yang dihukum itu bukan hanya pelakunya saja. Akan tetapi, kata dia, para pimpinan dan atasan pengawas atau pengendali yang melekat sesuai Perkap Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri dan Peraturan Polisi Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perizinan, Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Api, Standar Polri, Senpi Non-Organik Polri/TNI, dan Peralatan Keamanan yang digolongkan Senjata Api. 

“Hal ini harus disikapi dengan nyata dan konsisten untuk menunjukkan sikap tegas dan terbuka dari Polri. Seluruh pihak akan menunggu ketegasan dan penyelesaian yang menyeluruh terhadap jajaran Polri terkait,” tegas Wayan.

Maka dari itu, Wayan menegaskan Komisi 3 DPR tentu akan terus mengawal dan mengawasi penanganan kasus ini agar masyarakat dapat terus mengetahui apa yang menjadi persoalan dan langkah-langkah untuk penindakannya. Komisi 3 DPR akan terus mengawasi respon Polri dalam kedaruratan Polri ini. 

“Jikalau diperlukan, maka seluruh pihak dapat memberi masukan kepada Komisi 3 DPR untuk mengevaluasi kinerja Polri dan perubahan undang-undang Polri untuk mengevaluasi kewenangan, tugas dan fungsi, serta peran Polri agar dapat terawasi dan terkendali dengan baik,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya