Alex Marwata Sebut Johanis Tanak Teken OTT Gubernur Bengkulu: Beliau Setuju, Tak Keberatan
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait dengan kasus korupsi. Dalam OTT kali ini, KPK menyasar wilayah Bengkulu dan berhasil menetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah sebagai tersangka dalam kasus pemerasaan kepada bawahan dan gratifikasi.
Alex menjelaskan bahwa proses penetapan tersangka sudah dilakukan sejak Minggu 24 November 2024 sore. Ada sebanyak delapan orang yang diamankan, namun hanya 3 yang dijadikan sebagai tersangka.
Adapun tersangka dalam kasus rasuah itu yakni Rohidin Mersyah selaku Gubernur Bengkulu, Isnan Fajri selaku Sekertaris Daerah Pemprov Bengkulu dan ajudan Rohidin Mersyah, Evriansyah alias Anca.
Alex menjelaskan bahwa penetapan tersangka itu disepakati oleh pimpinan lainnya. Dia menyebut pimpinan lainnya yang sepakat yakni Ketua KPK Nawawi Pomolango dan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
"Dalam ekspose tersebut dihadiri oleh 3 pimpinan. Saya, pak Nawawi dan pak Tanak," ujar Alex kepada wartawan, Senin 25 November 2024.
Alex menyebut, Johanis Tanak yang sempat melontarkan ingin menghapus OTT ternyata ikut menyetujui penetapan tersangka buntut OTT di Bengkulu. Dia menilai Tanak masih sepakat adanya OTT.
"Berdasarkan kecukupan alat bukti kami sepakat untuk menaikan perkara ini ke tahap penyidikan, jadi pak Tanak juga setuju. Artinya beliau juga tidak keberatan dengan adanya kegiatan penangkapan seperti ini," kata Alex.
Johanis Tanak Mau Hapus OTT KPK
Diketahui, Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekaligus Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menyebut penerapan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan lembaganya saat ini tidak tepat.
Johanis mengatakan, operasi itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dicontohkan adalah seorang dokter, yang akan melakukan operasi. Tentunya, semua sudah siap dan telah direncanakan.
"Sementara pengertian tertangkap tangan menurut KUHAP, adalah suatu peristiwa yang terjadinya seketika itu juga pelakunya ditangkap. Dan pelakunya langsung menjadi tersangka. Terus, kalau seketika pelakunya melakukan perbuatan dan ditangkap, tentunya tidak ada perencanaan. Nah, kalau ada suatu perencanaan operasi itu, terencana, satu dikatakan suatu peristiwa itu ditangkap, ini suatu tumpang tindih. Itu tidak tepat," kata Johanis saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa, 19 November 2024.
Namun, dirinya selama menjadi Pimpinan KPK mengaku hanya mengikuti tradisi yang sudah berjalan di dalam lembaga antirasuah tersebut.Â
"Saya pribadi, tapi karena lebih mayoritas mengatakan itu menjadi tradisi, ya apakah ini tradisi bisa diterapkan, saya juga enggak bisa menantang," kata Johanis.Â
Johanis pun berjanji bila memang nantinya terpilih lagi menjadi Pimpinan KPK, maka akan menutup praktik OTT (operasi tangkap tangan). "Tapi seandainya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close. Karena itu tidak sesuai pengertian yang dimaksud dalam KUHAP," imbuhnya.