Profil Agus Joko Pramono, Eks Wakil Ketua BPK Kini Pimpin KPK
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Jakarta, VIVA — Agus Joko Pramono terpilih menjadi salah satu dari lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029. Joko adalah wakil ketua BPK periode 2019-2023.
Agus lahir di Medan, Sumatera Utara, pada 8 Agustus 1971. Ia memiliki latar belakang pendidikan yang kuat di bidang ekonomi dan akuntansi.Â
Agus menyelesaikan pendidikan S1 di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN), yang memberinya dasar kokoh dalam pengelolaan keuangan negara.
Kemudian, ia melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 di Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam bidang Ekonomi dan meraih gelar Master of Business Administration (MBA) dari Monash University, Australia.
Untuk memperdalam ilmunya, Agus juga menempuh program doktoral di Padjadjaran University, dengan fokus pada akuntansi dan keuangan.
Selain itu, Agus telah mendapatkan sertifikasi sebagai Certified Public Accountant (CPA) dan Certified Fraud Examiner (CFE), yang menunjukkan keahliannya di bidang akuntansi dan pencegahan penipuan.
Agus mengawali kariernya sebagai auditor di lingkungan pemerintahan. Ia bergabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 1996 dan meniti karier hingga mencapai jabatan puncak.Â
Sebelum menjabat sebagai Wakil Ketua BPK, Agus pernah menjadi Anggota III BPK, yang bertanggung jawab atas pengawasan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara pada entitas di sektor keuangan.
Pada tahun 2019, Agus terpilih sebagai Wakil Ketua BPK. Dalam peran ini, ia bertugas membantu Ketua BPK dalam menjalankan fungsi kelembagaan, mengkoordinasikan pelaksanaan audit, serta memberikan arahan strategis terkait pengawasan keuangan negara.
Saat melaksanakan fit and proper tes capim KPK di Komisi III DPR RI, Agus mengaku tidak akan fokus ke dalam operasi tangkap tangan (OTT) jika terpilih menjadi Pimpinan KPK. Justru, Dia memilih konsentrasi dalam case building alias membangun kasus secara menyeluruh.
Agus mengatakan, kegiatan OTT baru dilakukan jika bukti yang dibutuhkan hampir lengkap atau penyelidikan minimal mencapai 80 persen.
Menurut Agus, OTT yang dilakukan di awal penyelidikan acap kali cuma menghasilkan penindakan terhadap nilai suap saja, tanpa membongkar akar permasalahan yang lebih besar. Menurut dia, penting sekali mengarahkan sumber daya penyelidik dan penyidik untuk menuntaskan perkara-perkara besar.Â
Agus membandingkan pengalamannya sebagai Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurutnya, BPK menerbitkan lebih dari seribu laporan audit setiap tahun yang berisi berbagai temuan potensi pelanggaran hukum.