Keinginan Johanis Tanak Hilangkan OTT di KPK Dinilai Bahaya Bagi Masa Depan Pemberantasan Korupsi

Mantan Penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap.
Sumber :
  • VIVAnews/ Edwin Firdaus.

Jakarta, VIVA – Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Johanis Tanak, Dinilai bisa membahayakan pemberantasan korupsi di Indonesia, terkait keinginannya untuk menghapus operasi tangkap tangan atau OTT yang hampir selalu dilakukan komisi antirasuah itu.

Johanis mengatakan bahwa dirinya bakal menghapus OTT jika dirinya kembali terpilih menjadi pimpinan KPK periode 2024-2029.

Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap , menilai bahwa pernyataan dari Johanis Tanak ini justru membahayakan pemberantasan korupsi kedepannya. Ia menilai ini cara Tanak mengambil hati DPR.

"Itu hanya strategi Tanak ingin mengambil hati DPR. Tapi pernyataan ini berbahaya bagi masa depan pemberantasan korupsi. Koruptor akan tertawa," ujar Yudi Purnomo kepada wartawan, Kamis 21 November 2024.

Johanis Tanak, Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Pimpinan KPK

Photo :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

Yudi mengatakan, bahwa tidaklah memungkinkan jika OTT harus dihapus. Pasalnya, hal itu merupakan upaya yang sangat efektif untuk menangkap para koruptor.

"Tidak mungkinlah OTT dihapuskan karena itu merupakan cara efektif menangkap basah para koruptor yang melakukan transaksi suap dengan adanya barang bukti berupa uang atau barang pada saat OTT," jelasnya.

"Menangkap koruptor itu menggunakan 2 cara, yaitu penyelidikan terhadap kasus yang sudah terjadi dan kasus ketika tertangkap tangan. Kalau satu hilang yaitu OTT maka KPK akan pincang," sambungnya.

Yudi menyebut, DPR harus paham dengan pernyataan dari Johanis Tanak ketika uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test. Dia yakin DPR masih bisa mencari sosok pimpinan lembaga antirasuah menuju Indonesia Emas 2045.

"Sesuai dengan Presiden Prabowo yang ingin korupsi dicegah dengan perbaikan sistem dan digitalisasi serta penegakan hukum yang tegas dan keras. Dan OTT adalah salah satu instrumen penegakan hukum yang tegas dan keras tersebut," jelasnya.

Sebelumnya, Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekaligus Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menyebut penerapan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan lembaganya saat ini tidak tepat.

Johanis mengatakan, operasi itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dicontohkan adalah seorang dokter, yang akan melakukan operasi. Tentunya, semua sudah siap dan telah direncanakan.

"Sementara pengertian tertangkap tangan menurut KUHAP, adalah suatu peristiwa yang terjadinya seketika itu juga pelakunya ditangkap. Dan pelakunya langsung menjadi tersangka. Terus, kalau seketika pelakunya melakukan perbuatan dan ditangkap, tentunya tidak ada perencanaan. Nah, kalau ada suatu perencanaan operasi itu, terencana, satu dikatakan suatu peristiwa itu ditangkap, ini suatu tumpang tindih. Itu tidak tepat," kata Johanis saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa, 19 November 2024.

Namun, dirinya selama menjadi Pimpinan KPK mengaku hanya mengikuti tradisi yang sudah berjalan di dalam lembaga antirasuah tersebut. 

"Saya pribadi, tapi karena lebih mayoritas mengatakan itu menjadi tradisi, ya apakah ini tradisi bisa diterapkan, saya juga enggak bisa menantang," kata Johanis. 

Isi Amplop Serangan Fajar Gubernur Bengkulu yang Kena OTT KPK Senilai Rp 50 Ribu

Johanis pun berjanji bila memang nantinya terpilih lagi menjadi Pimpinan KPK, maka akan menutup praktik OTT (operasi tangkap tangan).

"Tapi seandainya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close. Karena itu tidak sesuai pengertian yang dimaksud dalam KUHAP," imbuhnya.

Kena OTT KPK, Golkar Minta Rohidin Mersyah Taat Proses Hukum
Sidang kasus pungli rutan KPK di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat

Belasan Terdakwa Kasus Pungli Rutan KPK Dituntut 4-6 Tahun Bui

Jaksa penuntut umum (JPU) memberikan tuntutan 4 sampai 6 tahun penjara untuk 15 terdakwa kasus pemungutan liar (Pungli) di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.

img_title
VIVA.co.id
25 November 2024