Forum Kiai Jakarta Bersatu Bilang Omongan Cawagub Suswono Bukan Penistaan Agama

Dok. Istimewa
Sumber :
  • VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham

Jakarta, VIVA - Forum Kiai Jakarta Bersatu (FKJB) menyatakan pernyataan calon wakil gubernur (cawagub) Jakarta, Suswono soal janda seharusnya menikahi pria pengangguran tidak menistakan Nabi Muhammad SAW.

Dilaporkan Soal Penistaan Agama, Isa Zega Gak Kapok Ungkap Rencana Bakal Umrah Lagi

FKJB menggelar menggelar diskusi Bahtsul Masail dengan tajuk ‘Telaah Fikih Statement Suswono Terkait Rasulullah SAW’ pada Sabtu, 16 November 2024.

Dari hasil diskusi itu, 30 kiai, ustaz, dan ahli fikih menyepakati pernyataan Suswono bukan sebagai penistaan agama.

Ramai Isu Nama Aslinya Sahrul, Isa Zega: Mami Tidak Merasa Transgender, Mami Perempuan!

"Kami mengadakan Bahtsul Masail ini murni untuk menunaikan amanah keilmuan dalam konteks kajian masalah-masalah keumatan dan keislaman," kata Ketua FKJB Agus Khudlori dalam keterangan tertulis, Selasa, 19 November 2024. 

Agus Khudlori berharap agar masyarakat tak terpecah hanya karena pilihan politik yang berbeda. Maka itu, FKJB melakukan diskusi untuk menghadirkan pandangan alternatif.

Tak Merasa Lakukan Penistaan Agama, Isa Zega Beberkan Pengakuan Ini

"Terlebih dari unsur-unsur politik, kami melakukan diskusi ini, pertama untuk menghadirkan pandangan alternatif berdasarkan aqwal atau pendapat para ulama yang terkodifikasi di dalam kitab-kitab fikih klasik agar umat tak terpecah belah hanya karena beda pilihan politik,” jelas Agus Khudlori.

Suswono, Debat Ketiga Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta

Photo :
  • Youtube KPU DKI

Sementara, ada lima alasan yang menjadi landasan para kiai dan ulama dalam memutuskan omongan Suswono tak termasuk kategori penistaan terhadap Nabi Muhammad. 

Berikut bunyi lengkap hasil Bahtsul Masail FKJB tersebut:

Para kiai dan ulama dalam forum ini menyepakati bahwa statemen Suswono tidak bisa dianggap sebagai penistaan agama, dengan mempertimbangkan beberapa alasan.

Pertama, statemen Suswono tersebut berkaitan dengan sifat basyariyah (kemanusiaan) Nabi Muhammad, dan bukan sifat nubuwwah (kenabian) beliau. Dua sifat ini ada dalam diri Nabi SAW., dan keduanya sangat berbeda.

Merujuk pada keyakinan Ahlussunnah wal Jamaah, bahwa Rasulullah memiliki sifat-sifat wajib, sifat-sifat mustahil, dan sifat jaiz, yaitu: al-a’radh al-basyariyah, yakni sifat-sifat yang sama sebagaimana manusia lain.

Sifat kenabian (nubuwwah) Nabi Muhammad SAW. adalah seperti beliau menerima wahyu, menjadi orang yang ma’shum (terpelihara dari dosa), suci, memiliki mukjizat, menyampaikan amanah (tabligh).

Semua itu merupakan sifat wajib Rasul. Sedangkan sifat kemanusiaan (basyariyah) Nabi di antaranya yaitu makan, minum, berjalan di pasar seperti manusia pada umumnya, mengenakan jenis pakaian yang sesuai dengan tradisi, tidur, istirahat, bekerja, berdagang, menggembala kambing, luka, sakit, hidup, wafat, dan seterusnya.

Menurut Syaikh Nawawi al-Bantani di dalam kitab Nur al-Zhalam dan Syaikh Zainuddin al-Malibari dalam kitab I’anah al-Thalibin menyatakan bahwa ketika seseorang menjelaskan sifat kemanusiaan Nabi, hal itu tidak mengurangi derajat kemuliaan beliau.

Kedua, berdasarkan realitas sejarah. Yaitu bahwa Siti Khadijah adalah seorang janda kaya, konglomerat, dan Nabi adalah pemuda usia 25 tahun di saat menikah dengan Khadijah.

Ketiga, tinjauan etimologis atau kebahasaan. Di mana kata “nganggur” dalam statemen Suswono berbeda dengan kata “pengangguran”. Secara bahasa, “nganggur” adalah “sedang tidak bekerja”. Orang nganggur adalah orang yang sebenarnya punya pekerjaan, ia sangat rajin dan giat dalam pekerjaannya, tetapi dalam suatu waktu ia istirahat sehingga ia mengganggur. 

Sedangkan “pengangguran” adalah orang yang memang tidak punya pekerjaan dan tidak bekerja.

Nganggur adalah sifat alami manusia. Nabi SAW., terlepas dari sifat kenabiaan beliau, adalah manusia yang memerlukan istirahat setelah bekerja keras. Selama masa istirahat itu, beliau bisa disebut nganggur alias sedang tidak bekerja. 

Dengan demikian, di dalam statemen Suswono itu tidak ada satupun unsur yang bisa dikategorikan sebagai penistaan agama. Di samping itu, kata “nganggur” sendiri dalam statemen tersebut tidak ditujukan secara langsung kepada Nabi SAW., melainkan kepada pemuda.

Keempat, tabayyun atau klarifikasi Suswono, yang menyatakan bahwa dirinya tidak ada niatan sedikit pun dengan statemennya tersebut untuk menghina Nabi Muhammad SAW.

Kelima, jika sebagian orang menganggap statemennya salah, Suswono sudah menyampaikan permohonan maaf bahkan sampai mengucapkan istighfar (memohon ampunan kepada Allah) yang dianggap sebagai bentuk pertaubatan. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya