Petugas Rutan KPK Ngaku Ada Intervensi dari Tahanan hingga Akhirnya Terima Pungli
- VIVA.co.id/Zendy Pradana
Jakarta, VIVA – Terdakwa kasus pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) KPK, Ramadan Ubaidillah mengaku ada intervensi yang diterima dirinya dari salah satu tahanan. Adapun bentuk intervensi yang diterima dikaitkan dengan keluarganya.
Hal tersebut ia sampaikan dalam sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta. Mulanya, Ubaidillah mengaku sempat menolak untuk menerima uang dari tahanan.
Namun, kata dia, salah satu penyebab pendiriannya goyah ialah ada salah satu tahanan yang mengetahui jumlah anak dan lokasi tempat tinggalnya.
Dalam persidangan ini, jaksa mencecar Ubaidillah perihal penunjukan dirinya sebagai lurah atau pengumpul uang dari para tahanan KPK di rutan Cabang C1.
"Belum disampaikan juga kenapa saudara mau menjadi lurah pada saat itu, awal-awal saudara masuk kan saudara sempat tidak mau terima terkait dengan uang-uang ini?" kata jaksa, Senin, 18 November 2024.
Ia pun menyebut posisi awalnya adalah sebagai satpam yang diangkat menjadi ASN di KPK. Maka itu, Ubaidillah mengaku hanya bisa tunduk atas perintah atasan.
"Lalu ketika saya masuk di rutan sendiri pun pertama kita serba salah Pak, kita ini paling bawah, kita menjaga tahanan dan notabene itu tahanannya bukan orang biasa," ujarnya.
Kemudian, dia mengaku mendapat intervensi dari tahanan karena dirinya tidak mau menerima uang pungli tersebut. Intervensi itu disampaikan dengan mengaitkan keluarganya.
"Saya dari awal nggak mau terima, tapi sudah saya sampaikan di BAP dalam beberapa bentuk intervensi dari tahanan. Dari yang awalnya tiba-tiba mereka nawarin saya mau digaji tiga kali lipat, juga tiba-tiba di kemudian di kemudian hari tiba-tiba seorang tahanan (bilang), saya punya anak dua, saya tinggal di mana," ungkapnya.
Dengan begitu, dia mengaku heran dengan pengetahuan tahanan yang tidak disebutkan namanya itu. Ubaidillah kemudian bertanya soal asal pengetahuan tahanan itu terkait keluarganya kepada para senior.
"Tiba-tiba ada seorang tahanan bisa sebut anak saya dua, saya tinggal di mana, itu dari kalau menurut senior-senior saya, mereka bilang 'mereka itu bukan orang sembarangan, walaupun mereka si dalam, di luar orangnya banyak'," tutur Ubaidillah.
Lantas, dia mengaku berpikir dua kali soal konsekuensi yang diterimanya jika menolak uang pungli yang sudah menjadi tradisi di rutan KPK itu. Sebab, dia mengaku khawatir dengan keselamatan keluarganya.
"Dari situ saya merasa bahwa wah, mungkin ya Pak izin, kalau saya seorang laki-laki kalau buat diri saya sendiri tidak akan takut, tapi ketika sudah berbicara soal keluarga, itu saya harus mikir seribu kali untuk melawan," tutur Ubaidillah.
Diketahui, ada 15 terdakwa dalam kasus dugaan pungli di Rutan KPK. Mereka berhasil meminta uang pungli hingga sebesar Rp6.387.150.000 (Rp6,3 miliar).
Para terdakwa dalam perkara ini ialah Kepala Rutan Cabang KPK Achmad Fauzi (AF), PNYD yang ditugaskan sebagai Petugas Cabang RutanKPK periode 2018-2022 Hengki (HK), PNYD yang ditugaskan sebagai Petugas Pengamanan dan Pit Kepala Cabang Rutan KPK periode 2018 Deden Rochendi (DR), PNYD yang ditugaskan sebagai Petugas Pengamanan Sopian Hadi (SH), PNYD yang ditugaskan sebagai Petugas Cabang Rutan KPK dan Plt Kepala Cabang Rutan KPK periode 2021 Ristana (RT), dan PNYD yang ditugaskan sebagai Petugas Cabang Rutan KPK Ari Rahman Hakim (ARH).
Terdakwa lainnya ialah PNYD yang ditugaskan sebagai Petugas Cabang Rutan KPK Agung Nugroho (AN), dan PNYD yang ditugaskan sebagai Petugas Cabang Rutan KPK periode 2018 sampai 2022 Eri Angga Permana (EAP).
Selain itu, ada pula Petugas Cabang Rutan KPK yang terdiri dari Muhamad Ridwan (MR), Suharlan (SH), Ramadhan Ubaidillah A (RUA), Mahdi Aris (MHA), Wardoyo (WD), Muhammad Abduh (MA), dan Ricky Rachmawanto (RR).
Atas perbuatannya, para Terdakwa didakwa melanggar Pasal 12 huruf e Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.