Capim KPK Jalani Fit and Proper Test, DPR Diingatkan Jangan Ulangi Kesalahan Terdahulu
- KPK.go.id
Jakarta, VIVA - Komisi III DPR diminta tak memilih calon pimpinan atau capim KPK yang terindikasi bermasalah etik dan pidana. Hal itu merujuk dari kasus mantan Ketua KPK Firli Bahuri, yang terjerat kasus pemerasan atau gratifikasi.
Demikian diingatkan peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman merespons Komisi III DPR yang sudah memulai tahapan fit and propert test para capim dan Dewan Pengaas KPK hari ini, Senin, 18 November 2024.
"DPR periode 2024-2029 jangan sampai mengulangi kesalahan yang dilakukan oleh DPR 2019-2024. Apa kesalahan DPR dulu? Menurut saya adalah memilih pimpinan KPK yang punya problem sejak awal baik itu problem hukum atau problem etik. Misalnya, orang yang terkasus, terkena kasus etik seperti Firli Bahuri," kata Zaenur dihubungi wartawan.
Zaenur mengatakan figur Firli Bahuri punya catatan pelanggaran etik saat masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Namun, DPR periode 2019-2024 justru memilihnya menjadi Ketua KPK.
Zaenur menyebut, dalam perjalanan memimpin KPK, Firli Bahuri kembali dirundung pelanggaran etik.
"Tentu ini harus menjadi catatan khusus bagi DPR periode ini ketika akan melakukan fit and proper test, yaitu jangan sampai memberi kesempatan kepada orang yang punya cacat etik apalagi hukum," jelas Zaenur.
Pun, dia menambahkan, DPR harus memilih pimpinan-pimpinan KPK yang profesional dan berintegritas. Dia juga mengingatkan bahwa pemilihan pimpinan KPK sangat menentukan agenda pemberantasan rasuah lima tahun ke depan.
"Dari sisi idealitas, saya berharap pimpinan KPK akan dipilih beserta dewasnya adalah yang pertama yang bersih, berintegritas, tidak punya cacat etik, tidak punya cacat pidana," ujarnya.
Lalu, dia juga mengingatkan penting figur pimpinan KPK yang independen. "Yang kedua adalah independen, bukan orangnya Jokowi, bukan orangnya Prabowo, bukan orangnya Bahlil, bukan orangnya siapapun," imbuhnya.